Dalam bahasa Indonesia, arti kata sastra adalah merujuk pada sebuah hasil karya yang merujuk pada kata ‘kesusastraan’.
Jadi,
dalam bahasa Indonesia sastra adalah jenis tulisan yang memiliki makna dan
bentuk keindahan tertentu.
Sastra
berkaitan dengan hasil cipta manusia.
Selain
istilah sastra, dalam bahasa Indonesia ada kata sastrawi.
Arti
kata sastrawi memiliki perbedaan medan makna atau definisi dengan sastra.
Jika
sastra adalah sebuah teks semata, sementara sastrawi adalah teks sastra yang
sangat kental nuansa sastra (keindahannya).
Istilah
untuk menyebut orang yang menghasilkan karya sastra adalah sastrawan.
Sastrawan
masih bisa dibagi lagi berdasarkan jenis karya sastra yang dihasilkan.
1) Sebutan
untuk sastrawan yang menulis novel adalah novelis.
2) Sebutan
untuk sastrawan yang menulis puisi adalah penyair.
3) Sebutan
untuk sastrawan yang menulis cerpen adalah cerpenis.
4) Sebutan
untuk sastrawan yang menulis juga pelaku drama adalah dramawan.
Adakalanya
penyebutan dengan istilah lain yaitu aktor dan aktris drama
A. Pengertian Sastra
Kata
sastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu :
Sas
yang bermakna “instruksi” atau “ajaran”
Tra
yang bermakna “alat” atau “sarana”
Gabungan kedua kata tersebut dimaknai sebagai jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.
Sedangkan untuk pengertian sastra, para ahli sudah meramunya sedemikian
rupa, diantaranya :
1) Mursal Esten (1978 : 9)
Sastra
atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif
sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai
medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).
2) Semi (1988 : 8 )
Sastra.
adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah
manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.
3) Panuti Sudjiman (1986 : 68)
Sastra
sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti
keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapanya.
4) Ahmad Badrun (1983 : 16)
Kesusastraan
adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain
sebagai alai, dan bersifat imajinatif.
5) Eagleton (1988 : 4)
Sastra
adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang mencatatkan
bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan,
didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.
6) Plato
Sastra
adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya
sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model
kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia
ide.
7) Aristoteles
Sastra
sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.
8) Robert Scholes (1992: 1)
Tentu
saja, sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda
9) Sapardi (1979: 1)
Memaparkan
bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium.
Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran
kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan social.
10) Taum (1997: 13)
Sastra
adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif” atau “sastra adalah
penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain”
Secara
umum pengertian sastra adalah sebuah
karya yang indah , baik itu tulisan maupun lisan.
B. Ciri-Ciri Sastra
Suatu
karya digolongkan ke dalam karya sastra apabila mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Isinya
itu menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya
2) Bahasanya
yang indah atau juga tertata baik
3) Gaya
penyajiannya yang menarik yang berkesan dihati pembacanya maupu pendengarnya
C. Fungsi Sastra
Fungsi
sastra bagi seseorang adalah :
1) Fungsi rekreatif ialah sastra memberikan kesenangan atau
juga hiburan
2) Fungsi didaktif ialah sastra memberikan suatu wawasan pengetahuan
tentang seluk-beluk kehidupan manusia
3) Fungsi estetis ialah sastra mampu memberikan keindahan
4) Fungsi moralitas ialah sastra memberikan pengetahuan
tentang moral yang baik serta buruk.
5) Fungsi religius ialah sastra menghadirkan karya yang
didalamnya mengandung ajaran agama yang diteladani
D. Syarat Sastra
Menurut Jakob Sumardjo dan Zaini KM (1988:5-8) ada sepuluh
syarat karya sastra bermutu, yaitu :
1) Karya
sastra adalah usaha merekam isi jiwa sastrawannya.
2) Sastra
adalah komunikasi, artinya bisa difahami oleh orang lain.
3) Sastra
adalah sebuah keteraturan, artinya tunduk pada kaidah-kaidah seni.
4) Sastra
adalah penghiburan, artinya mampu memberi rasa puas atau rasa senang pada
pembaca.
5) Sastra
adalah sebuah integrasi, artinya terdapat keserasian antara isi, bentuk, bahasa,
dan ekspresi pribadi pengarangnya.
6) Sebuah
sastra yang bermutu adalah sebuah penemuan.
7) Karya
yang bermutu merupakan (totalitas) ekspresi sastrawannya.
8) Karya
sastra yang bermutu merupakan sebuah karya sastra yang pekat, artinya padat isi
dan bentuk, bahasa dan ekspresi.
9) Karya
sastra yang bermutu merupakan hasil penafsiran kehidupan.
10) Karya
sastra yang bermutu Merupakan sebuah pembaharuan.
E. Jenis-Jenis Sastra
Pembagian jenis-jenis karya sastra adalah sebagai berikut :
Penggolongan jenis karya sastra berdasarkan
bentuk karya yang dihasilkan.
1)
Prosa adalah karya sastra yang
berupa paragraf yang berisi rangkaian cerita.
Yang termasuk dalam prosa adalah cerpen dan novel.
Cerpen adalah karya sastra yang berupa cerita yang hanya memiliki satu
konflik, dan panjangnya tidak lebih dari 1000 kata.
Novel adalah karya sastra yang berisi cerita yang panjang dan kompleks.
2)
Puisi adalah karya sastra yang
berisi bait dan baris yang singkat dan padat.
Mengutamakan penggunaan kata (diksi) yang indah.
Karya sastra puisi adalah karya sastra yang sulit dipahami karena baris
yang singkat dan padat.
3)
Drama adalah karya sastra yang
berupa percakapan antar-tokoh yang terdapat di dalamnya.
Meskipun ada yang menyebut bahwa drama adalah bagian dari prosa, tetapi
tidak sedikit pula para ahli yang berpendapat bahwa drama adalah jenis sastra
tersendiri.
Pembagian karya sastra berdasarkan
media penyampaiannya.
1)
Karya sastra lisan adalah karya
sastra yang penyampaian karya tersebut melalui lisan.
Sebutan lain jenis ini adalah sastra oral. Yaitu yang disampaikan dari
mulut ke mulut.
Cara menikmati karya sastra ini dengan mendengarkan
2)
Karya sastra tertulis adalah
karya sastra yang penyampaian karya tersebut melalui tulisan.
Cara menikmati karya sastra ini dengan membaca
F. Sejarah dan
Perkembangan Sastra
Ragam karya sastra Indonesia
menurut bentuknya terdiri atas puisi, prosa, prosa liris, dan drama.
Masing-masing ragam karya
sastra Indonesia dari setiap periode itu mengalami perkembangan
sehingga menimbulkan ciri khas.
Beberapa orang penelaah sastra
Indonesia telah mencoba membuat babakan waktu (periodisasi sastra) sejarahsastra Indonesia.
Salah satunya adalah
H.B. Jassin.
Periodisasi sastra yang
dikemukakanH.B.Jassin adalah Sastra Melayu
dan Sastra Indonesia Modern.
1.
Periode Sastra Melayu
Sastra Melayu muncul sejak
bahasa Melayu itu sendiri muncul pertama kali.
Bahasa Melayu berasal dari
daerah Riau dan Malaka, berkembang dan menyebar ke seluruh pelosok nusantara
dibawa oleh pedagang.
Pada ragam karya sastra puisi,
Sastra Melayu yang pertama berbentuk mantera, pantun, syair.
Kemudian, bermunculan pantun
kilat (karmina), seloka, talibun, dan gurindam.
Sedangkan pada ragam karya
sastra prosa, Sastra Melayu yang pertama berbentuk cerita-cerita pelipur lara,
dan dongeng-dongeng.
Dongeng meliputi legenda,
sage, fabel, parabel, mite, dan cerita jenaka atau orang-orang malang/pandir.
Bahkan, ragam karya sastra
melayu ada yang berbentuk hikayat, tambo, cerita berbingkai, dan
wiracarita (cerita panji).
Pada cerita dongeng sering
isinya mengenai cerita kerajaan (istanasentris) dan fantastis.
Kadang-kadang cerita tersebut
di luar jangkuan akal manusia (pralogis).
Sebelum masyarakat Melayu
mengenal tulisan, karya-karya sastra tersebut disampaikan secara lisan kurang
lebih tahun 1500.
Penyebarannya hanya dari mulut
ke mulut dan bersifat statis.
Namun, setelah masyarakat
Melayu mengenal tulisan, karya-karya tersebut mulai dituliskan oleh para ahli
sastra masa itu tanpa menyebut pengarangnya dan tanggal penulisannya (anonim).
Sastra Melayu sangat
dipengaruhi oleh sastra Islam sehingga banyak terdapat kata-kata yang
sukar karena jarang didengar.
Alat penyampainya adalah
bahasa Arab-Melayu dengan huruf Arab gundul sehingga sering menimbulkan bahasa
yang klise.
Di sisi lain, karya-karya
sastra yang dihasilkan selalu berisikan hal-hal yang bersifat moral,
pendidikan, nasihat, adat-istiadat, dan ajaran-ajaran agama. Cara penulisannya
pun terkungkung kuat oleh aturan-aturan klasik, terutama puisi.
Aturan-aturan itu meliputi
masalah irama, ritme, persajakan atau rima yang teratur.
Contoh kutipan cerita karya sastra Melayu:
(1). Tatkala pada zaman Raja
Iskandar Zulkarnain, anak Raja Darab, Rum bangsanya, Makaduniah nama
negerinya. Berjalan hendak melihat matahari terbit, maka baginda sampai
pada sarhad negeri Hindi. Maka ada seorang raja terlalu amat besar
kerajaannya. Setengah negeri Hindi dalam tangannya, Raja Kidi Hindi namanya.
Kutipan cerita tersebut
merupakan ragam karya sastra Melayu bidang prosa, khususnya bentuk
hikayat.
(2). Sungguh elok asam
belimbing
Tumbuh dekat limau lungga
Sungguh elok berbibir sumbing
Walaupun marah tertawa juga
Pohon padi daunnya tipis
Pohon nangka berbiji lonjong
Kalau Budi suka menangis
Kalau tertawa giginya ompong
Kutipan di atas termasuk salah
satu contoh ragam karya sastra Melayu bidang puisi, khususnya bentuk
pantun anak-anak jenaka.
Drama di tanah air sudah hidup
sejah zaman Melayu.
Bahasa yang digunakan masyarakat
Melayu pada waktu itu adalah bahasa Melayu Pasar (bahasa Melayu Rendah).
Rombongan drama yang terkenal
pada masa ini adalah Komedie Stamboel.
Komedie Stamboel ini didirikan oleh August Mahieu, Yap
Goan Tay, dan Cassim.
Kemudian, Komedie ini pecah
menjadi Komedie Opera Stamboel, Opera Permata Stamboel, Wilhelmina, Sinar Bintang Hindia.
Naskah drama yang pertama kali
ditulis berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno.
Lakon drama ini ditulis oleh
F. Wiggers tahun 1901.
2.
Periode Sastra Modern
Sastra Indonesia modern adalah
sastra yang berkembang setelah pertemuan dengan kebudayaan Eropa dan
mendapat pengaruh darinya.
Sastra Indonesia Modern
terbagi atas:
a.
Angkatan 20 (Balai Pustaka)
Angkatan 20 disebut juga
angkatan Balai Pustaka.
Balai Pustaka merupakan
nama badan yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908.
Badan tersebut sebagai
penjelmaan dari Commissie voor De Volkslectuur atau Komisi
Bacaan Rakyat.
Commissie voor De Volkslectuur dibentuk
pada tanggal 14 April 1903. Komisi ini bertugas menyediakan bahan-bahan
bacaan bagi rakyat Indonesia pada saat itu.
Untuk memperoleh bacaan
rakyat, komisi menempuh beberapa cara, yaitu:
(1). Mengumpulkan dan
membukukan cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongeng yang tersebar di
kalangan rakyat. Naskah ini diterbitkan sesudah diubah atau disempurnakan.
(2). Menterjemahkan atau
menyadur hasil sastra Eropa.
(3). Menerima karangan pengarang-pengarang muda yang
isinya sesuai dengan keadaan hidup sekitarnya.
Naskah-naskah tersebut menggunakan bahasa Melayu dan
bahasa-bahasa daerah lainnya, serta berupa bacaan anak-anak, bacaan orang
dewasa sebagai penghibur dan penambah pengetahuan.
Pada tahun 1917 Komisi Bacaan Rakyat
barubah namanya menjadi Balai Pustaka.
Balai Pustaka menyelenggarakan penerbitan buku-buku
dan mengadakan taman-taman perpustakaan, dan menerbitkan majalah.
Penerbitan majalah dilakukan satu atau dua minggu
sekali. Adapun majalah-majalah yang diterbitkan yaitu:
(1). Sari Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1919)
(2). Panji Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1923)
(3). Kejawen (dalam Bahasa Jawa)
(4). Parahiangan (dalam Bahasa Sunda)
Ketiga majalah yang terakhir itu terbit sampai
pemerintah Hindia Belanda runtuh.
Lahirnya Balai Pustaka sangat menguntungkan kehidupan
dan perkembangan sastra di tanah air baik bidang prosa, puisi, dan drama.
Peristiwa- peristiwa sosial, kehidupan adat-istiadat, kehidupan agama,
ataupun peristiwa kehidupan masyarakat lainnya banyak yang direkam dalam
buku-buku sastra yang terbit pada masa itu.
Lahirnya angkatan 20 (Balai Pustaka)
mempengaruhi beberapa ragam karya sastra, diantaranya:
1) Prosa Angkatan Balai Pustaka
Roman
Pada ragam karya sastra prosa
timbul genre baru ialah roman, yang sebelumnya belum pernah ada.
Buku roman pertama Indonesia
yang diterbitkan oleh Balai Pustaka berjudul Azab dan Sengsara karya
Merari Siregar pada tahun 1920. Roman Azab dan Sengsara ini
oleh para ahli dianggap sebagai roman pertama lahirnya sastra Indonesia.
Isi roman Azab dan
Sengsara sudah tidak lagi menceritakan hal-hal yang fantastis dan
istanasentris, melainkan lukisan tentang hal-hal yang benar terjadi
dalam masyarakat yang dimintakan perhatian kepada golongan orang tua
tentang akibat kawin paksa dan masalah adat.
Adapun isi ringkasan
roman Azab dan Sengsara sebagai berikut:
Cinta yang tak sampai antara
kedua anak muda (Aminuddin dan Mariamin), karena rintangan orang tua.
Mereka saling mencintai sejak
di bangku sekolah, tetapi akhirnya masing-masing harus kawin dengan orang
yang bukan pilihannya sendiri.
Pihak pemuda (Aminuddin)
terpaksa menerima gadis pilihan orang tuanya, yang akibatnya tak ada
kebahagian dalam hidupnya.
Pihak gadis (Mariamin)
terpaksa kawin dengan orang yang tak dicintai, yang berakhir
dengan penceraian dan Mariamin mati muda karena merana.
Genre roman mencapai puncak
yang sesungguhnya ketika diterbitkan buku Siti Nurbaya karya
Marah Rusli pada tahun 1922. Pengarang tidak hanya mempersoalkan masalah
yang nyata saja, tapi mengemukakan manusia-manusia yang hidup.
Pada roman Siti
Nurbaya tidak hanya melukiskan percintaan saja, juga
mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan, adat yang sudah
tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara wanita dan pria dalam
menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada uang segala maksud tentu tercapai.
Persoalan-persoalan itulah
yang ada di masyarakat.
Sesudah itu, tambah
membanjirlah buku-buku atau berpuluh-puluh pengarang yang pada umumnya
menghasilkan roman yang temanya mengarah- arah Siti Nurbaya.
Golongan sastrawan itulah yang
dikenal sebagai Generasi Balai Pustaka atau Angkatan 20.
Genre prosa hasil Angkatan 20
ini mula-mula sebagian besar berupa roman.
Kemudian, muncul pula cerpen
dan drama.
Cerpen
Sebagian besar cerpen Angkatan
20 muncul sesudah tahun 1930, ketika motif kawin paksa dan masalah adat
sudah tidak demikan hangat lagi, serta dalam pertentangan antara golongan
tua dan golongan muda praktis golongan muda menang.
Bahan cerita diambil dari
kehidupan sehari-hari secara ringan karena bacaan hiburan.
Cerita-cerita pendek itu mencerminkan kehidupan masyarakat dengan
suka dukanya yang bersifat humor dan sering berupa kritik.
Kebanyakan dari cerita-cerita pendek itu mula-mula
dimuat dalam majalah seperti Panji Pustaka dan Pedoman
Masyarakat, kemudian banyak yang dikumpulkan menjadi kitab. Misalnya:
(1).Teman Duduk karya Muhammad kasim
(2).Kawan bergelut karya Suman H.S.
(3).Di Dalam Lembah Kehidupan karya Hamka
(4).Taman Penghibur Hati karya Saadah Aim
Dengan demikian, ciri-ciri
angkatan 20 pada ragam karya sastra prosa:
(1). Menggambarkan
pertentangan paham antara kaum muda dan kaum tua.
(2). Menggambarkan persoalan adat dan kawin paksa
termasuk permaduan.
(3). Adanya kebangsaan
yang belum maju masih bersifat kedaerahan.
(4). Banyak menggunakan
bahasa percakapan dan mengakibatkan bahasa tidak terpelihara kebakuannya.
(5). Adanya analisis jiwa.
(6). Adanya kontra pertentangan antara
kebangsawanan pikiran dengan kebangsawanan daerah.
(7). Kontra antarpandangan hidup baru dengan
kebangsawanan daerah.
(8). Cerita bermain pada zamannya.
(9). Pada umumnya, roman
angkatan 20 mengambil bahan cerita dari Minangkabau, sebab pengarang
banyak berasal dari daerah sana.
(10). Kalimat-kalimatnya
panjang-panjang dan masih banyak menggunakan perbandingan-perbandingan,
pepatah, dan ungkapan-ungkapan klise.
(11). Corak lukisannya adalah
romantis sentimentil. Angkatan 20 melukiskan segala sesuatu yang
diperjungkan secara berlebih-lebihan.
2)
Drama Angkatan Balai Pustaka
Pada masa angkatan 20 mulai
terdapat drama, seperti:
Bebasari karya Rustam Efendi.
Bebasari merupakan drama bersajak
yang diterbitkan pada tahun 1920.
Di samping itu, Bebasari
merupakan drama satire tentang tidak enaknya dijajah Belanda.
Pembalasannya karya Saadah Alim
merupakan drama pembelaan terhadap adat dan reaksi terhadap sikap
kebarat-baratan.
Gadis Modern karya Adlim Afandi
merupakan drama koreksi terhadap ekses- ekses pendidikan modern dan reaksi
terhadap sikap kebarat-baratan, tetapi penulis tetap membela kawin atas
dasar cinta.
Ken arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin merupakan drama saduran
dari Pararaton.
Menantikan Surat dari Raja karya Moh. Yamin merupakan drama
saduran dari karangan Rabindranath Tagore.
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata karya Moh. Yamin.
3)
Puisi Angkatan Balai Pustaka
Sebagian besar angkatan 20 menyukai bentuk puisi lama
(syair dan pantun), tetapi golongan muda sudah tidak menyukai lagi.
Golongan muda lebih menginginkan puisi yang
merupakan pancaran jiwanya sehingga mereka mulai menyindirkan
nyanyian sukma dan jeritan jiwa melalui majalah Timbul, majalah PBI,
majalah Jong Soematra.
Perintis puisi baru pada masa
angkatan 20 adalah Mr. Moh. Yamin. Beliau dipandang sebagai penyair Indonesia
baru yang pertama karena ia mengadakan pembaharuan puisi Indonesia.
Pembaharuannya dapat dilihat dalam
kumpulan puisinya Tanah Air pada tahun 1922.
Perhatikan kutipan puisi di
bawah ini:
Di atas batasan Bukit Barisan,
Memandang beta ke bawah memandang,
Tampaklah hutan rimba dan
ngarai,
Lagi pula sawah, telaga nan
permai,
Serta gerangan lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna,
Oleh pucuk daun kelapa.
Dibandingkan dengan puisi
lama, puisi tersebut sudah merupakan revolusi:
(1). Dari segi isi, puisi itu
merupakan ucapan perasaan pribadi seorang manusia.
(2). Dari segi bentuk, jumlah
barisnya sudah tidak empat, seperti syair dan pantun, dan persajakkannya
(rima) tidak sama.
Pengarang berikutnya pada masa
angkatan 20 di bidang puisi adalah Rustam Effendi.
Rustam Effendi dipandang
sebagai tokoh peralihan.
Rustam Effendi bersama
Mr. Muh. Yamin mengenalkan puisi baru, yang disebut soneta sehingga beliau
dianggap sebagai pembawa soneta di Indonesia.
Kumpulan sajak
yang ditulis oleh Rustam Effendi pada tahun 1924 adalah Percikan
Permenungan.
Perhatikan contoh kutipan
sajaknya:
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Bukan beta bijak berperi,
pandai menggubah madahan syair,
Buka beta budak Negeri,
musti menurut undangan mair,
Sarat-saraf saya mungkiri,
Untai rangkaian seloka lama,
beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.
Perubahan yang dibawa oleh
Rustam Effendi melalui Percikan Permenungan (Bukan Beta Bijak
Berperi) yaitu:
(1). Dilihat bentuknya seperti
pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya berupa syair. Ia meniadakan
tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak itu disebut pantun modern.
(2). Lebih banyak menggunakan
sajak aliterasi, asonansi, dan sajak dalam sehingga beliau dipandang
sebagai pelopor penggunaan sajak asonansi dan aliterasi.
Penyair berikutnya adalah Sanusi Pane. Beliau
menciptakan 3 buah kumpulan sajak, yaitu:
(1). Pancaran Cinta (seberkas
prosa lirik, 1926)
(2). Puspa Mega (1927)
(3). Madah Kelana (1931)
Sajak yang pertama kali dibuat adalah Tanah Airku
(1921), dimuat dalam majalah sekolah Yong Sumatra.
Dengan demikian, ciri-ciri
puisi pada periode angkatan 20, yaitu:
(1). Masih banyak berbentuk
syair dan pantun.
(2). Puisi bersifat dikdaktis.
b.
Angkatan 33 (Pujangga Baru)
Nama angkatan Pujangga Baru
diambil dari sebuah nama majalah sastra yang terbit tahun 1933.
Majalah itu bernama Pujangga
Baroe. Majalah Pujangga Baru dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Amir
Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane.
Keempat tokoh tersebutlah
sebagai pelopor Pujangga Baru.
Angkatan Pujangga Baru disebut Angkatan Tiga Puluh.
Angkatan ini berlangsung mulai 1933 – 1942 (Masa
penjajahan Jepang).
Karya-karya sastra yang lahir dalam angkatan ini
mulai memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak terikat
dengan tradisi, serta seni harus berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Di samping itu, kebudayaan yang dianut
masyarakat adalah kebudayaan dinamis.
Kebudayaan tersebut merupakan gabungan antara kebudayaan
barat dan kebudayaan timur sehingga sifat kebudayaan Indonesia menjadi
universal.
Genre prosa Angkatan 33
(Pujangga Baru) berupa:
Roman Angkatan Pujangga Baru
Roman pada angkatan 33 ini
banyak menggunakan bahasa individual
Pengarang membiarkan pembaca mengambil simpulan
sendiri, pelaku-pelaku hidup/ bergerak
Pembaca seolah-olah diseret ke dalam suasana pikiran
pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan pikiran dan kehidupan
pelaku-pelakunya.
Dengan kata lain, hampir
semua buku roman angkatan ini mengutamakan psikologi.
Isi roman angkatan ini tentang
segala persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan semangat kebangunan
bangsa Indonesia pada waktu itu, seperti politik, ekonomi, sosial,
filsafat, agama, kebudayaan.
Di sisi lain, corak lukisannya bersifat
romantis idealistis.
Contoh roman pada angkatan
ini, yaitu Belenggu karya Armyn Pane (1940) dan Layar Terkembang karya
Sutan Takdir Alisyahbana.
Di samping itu,
ada karya roman lainnya, diantaranya Hulubalang Raja (Nur
Sutan Iskandar, 1934), Katak Hendak Menjadi Lembu (Nur
Sutan Iskandar, 1935), Kehilangan Mestika (Hamidah,
1935), Ni Rawit (I Gusti Nyoman, 1935), Sukreni Gadis Bali
(Panji Tisna, 1935), Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka,
1936), I Swasta Setahun di Bendahulu (I Gusti
Nyoman dan Panji Tisna, 1938), Andang Teruna (Soetomo Djauhar
Arifin, 1941), Pahlawan Minahasa(M.R.Dajoh, 1941).
Novel/Cerpen Angkatan Pujangga
Baru
Kalangan Pujangga Baru (angkatan 33) tidak banyak
menghasilkan novel/cerpen.
Beberapa pengarang tersebut,
antara lain:
(1). Armyn Pane dengan
cerpennya Barang Tiada Berharga dan Lupa.
Cerpen itu dikumpulkan dalam
kumpulan cerpennya yang berjudul Kisah Antara Manusia (1953).
(2). Sutan Takdir Alisyahbana
dengan cerpennya Panji Pustaka.
Essay dan Kritik Angkatan Pujangga Baru
Sesuai dengan persatuan dan
timbulnya kesadaran nasional, maka essay pada masa angkatan ini mengupas
soal bahasa, kesusastraan, kebudayaan, pengaruh barat, soal-soal
masyarakat umumnya.
Semua itu menuju
keindonesiaan.
Essayist yang paling
produktif di kalangan Pujangga Baru adalah STA.
Selain
itu, pengarang essay lainnya adalah Sanusi Pane dengan essai Persatuan Indonesia,
Armyn Pane dengan essai Mengapa Pengarang Modern Suka Mematikan,
Sutan Syahrir dengan essai Kesusasteraan dengan Rakyat, Dr.
M. Amir dengan essai Sampai di Mana Kemajuan Kita.
Drama Angkatan Pujangga Baru
Angkatan 33 menghasilkan drama
berdasarkan kejadian yang menunjukkan kebesaran dalam sejarah Indonesia.
Hal ini merupakan perwujudan
tentang anjuran mempelajari sejarah kebudayaan dan bahasa sendiri untuk
menanam rasa kebangsaan.
Drama angkatan 33 ini
mengandung semangat romantik dan idealisme, lari dari realita kehidupan
masa penjajahan tapi bercita-cita
hendak melahirkan yang baru.
Contoh:
Sandhyakala ning Majapahit karya Sanusi Pane (1933)
Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin (1934)
Nyai Lenggang Kencana karya Arymne Pane (1936)
Lukisan Masa karya Arymne Pane (1937)
Manusia Baru karya Sanusi Pane (1940)
Airlangga karya Moh. Yamin (1943)
Puisi Angkatan Pujangga Baru
Isi puisi angkatan 33 ini lebih memancarkan peranan
kebangsaan, cinta kepada tanah air, antikolonialis, dan kesadaran
nasional.
Akan tetapi, bagaimanapun usahanya untuk
bebas, ternyata dalam puisi angkatan ini masih terikat jumlah baris
tiap bait dan nama puisinya berdasarkan jumlah baris tiap baitnya,
seperti distichon (2 seuntai), terzina (3 seuntai), kwatryn
(4 seuntai), quint (5 seuntai), sektet (6 seuntai), septima (7
seuntai), oktav (8 seuntai).
Bahkan, ada juga yang gemar dalam bentuk soneta.
Hal tersebut tampak dalam kumpulan sanjak:
Puspa Mega karya Sanusi Pane
Madah Kelana karya Sanusi Pane
Tebaran Mega karya STA
Buah Rindu karya Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah
Percikan Pemenungan karya Rustam effendi
Rindu Dendam karya J.E. Tatengkeng
Tokoh yang terkenal sebagai raja penyair Pujangga Baru
dan Penyair Islam adalah Amir Hamzah. Kumpulan sanjaknya adalah Buah
Rindu, Nyanyi Sunyi, dan Setanggi Timur.
Dengan demikian,
ciri-ciri angkatan 33 ini yaitu:
(1). Tema utama adalah
persatuan.
(2). Beraliran Romantis
Idialis.
(3). Dipengaruhi angkatan 80
dari negeri Belanda.
(4). Genre sastra yang paling banyak adalah roman,
novel, esai, dan sebagainya.
(5). Karya sastra yang paling menonjol adalah Layar
Terkembang.
(6). Bentuk puisi dan prosa
lebih terikat oleh kaidah-kaidah.
(7). Isi bercorak idealisme
(8). Mementingkan penggunaan
bahasa yang indah-indah.
c.
Angkatan 45
Angkatan 45 disebut juga
sebagai Angkatan Chairil Anwar atau angkatan kemerdekaan.
Pelopor Angkatan 45 pada
bidang puisi adalah Chairil Anwar, sedangkan pelopor Angkatan 45 pada
bidang prosa adalah Idrus.
Karya Idus yang terkenal adalah Corat-Coret di
Bawah Tanah
Karya-karya yang lahir pada
masa angkatan 45 ini sangat berbeda dari karya sastra masa
sebelumnya.
Ciri khas angkatan 45 ini yaitu bebas,
individualistis, universalistik, realistik, futuristik.
Karya sastra pada masa angkatan 45 ini adalah
Deru Campur Debu (kumpulan puisi, 1949), Kerikil Tajam dan Yang Terempas
dan Yang Luput (kumpulan puisi, 1949), Tiga Menguak Takdir (kumpulan
puisi, 1950).
Ketiga karya tersebut diciptakan oleh Chairil
Anwar.
Di samping itu, karya sastra angkatan 45
lain adalah Surat Kertas hijau (kumpulan puisi) karya
Sitor Sitomorang, Bunga Rumah Makan (drama) karya Utuy Tatang
Sontani, Sedih dan Gembira (drama) karya Usmar Ismail, Surat Singkat
Tentang Essai (buku kumpulan Essai) karya Asrul Sani,
Kesusasteraan Indonesia Modern Dalam Kritik dan
Essai (Kupasan kritik dan essai tentang sastra Indonesia)
karya H.B.Jassin, Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma (kumpulan
cerpen) karya Idrus, Atheis (roman) karya Achdiat Karta
Miharja, Chairil Anwar pelopor Angkatan 45 (essai) karya H.B.Jassin, dan
sebagainya.
d.
Angkatan 66
Nama angkatan 66 dikemukakan oleh H.B.Jassin.
Angkatan 66 muncul di tengah-tengah keadaan politik
bangsa Indonesia yang sedang kacau.
Kekacauan politik itu terjadi karena adanya teror
PKI.
Akibat kekacauan politik itu, membuat keadaan
bangsa Indonesia kacau dalam bidang kesenian dan kesusatraan.
Akibatnya kelompok lekra di bawah PKI bersaing dengan
kelompok Manikebu yang memegang sendi-sendi kesenian, kedamaian, dan
pembangunan bangsa dan Pancasila.
Ciri-ciri Angkatan 66, yaitu
tema protes sosial dan politik, bercorak realisme, mementingkan isi,
dan memperhatikan nilai estetis.
Karya sastra yang paling dominan
pada angkatan 66 ini adalah puisi yang berbau protes.
Beberapa karya sastra pada
masa angkatan 66 antara lain Tirani (kumpulan puisi)
karya Taufik Ismail, Pahlawan Tak dikenal (kumpulan puisi)
karya Toto sudarto Bachtiar, Balada Orang-Orang Tercinta(Kumpulan
puisi) karya W.S. Rendra, Malam Jahanam (drama) karya
Motinggo Busye, Kapai-Kapai (drama) karya Arifin C.Noer,
Perjalanan Penganten (kisah) karya Ajip Rosidi, Seks sastra kita (Essai)
karya Hartoyo Andang Jaya, Pagar Kawat berduri (roman) karya
Toha Mohtar, Pelabuhan Hati (roman) karya Titis
Basino, Pulang (novel) karya Toha Mochtar, Robohnya
Surau Kami (Cerpen) karya A.A. Navis, Merahnya Merah, Koong,
Ziarah (novel) karya Iwan simatupang, Burung-Burung Manyar (novel) karya
Y.B. Mangunwijaya, Harimau-Hariamau (novel ) karya Mochtar
lubis, Hati Yang Damai, Dua Dunia, Pada Sebuah Kapal,
La Barka, Namaku Hiroko (novel) karya N.H. Dini.
Patut di simak
BalasHapusWah luar biasa ilmunya salam kenal. Saya ingin belajar tentang sastra Indonesia bersama kawan yang cerdas ini. salam sukses ya
BalasHapus