Minggu, 04 Februari 2018

Syair : Pengertian, Ciri-Ciri, Jenis, dan Contohnya

syair


Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) syair adalah puisi lama yang tiap bait terdiri atas empat larik yang berakhir dengan bunyi yang sama.

B. Ciri-Ciri Syair
Syair mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.   Terdiri dari empat baris setiap baitnya
2.   Terdiri dari bait-bait yang bermakna isi
3.   Jumlah kata setiap baris tetap biasanya 4-5 kata
4.   Jumlah suku kata dalam setiap baris tetap yaitu 8-12 suku kata
5.   Mempunyai rima yang tetap a-a-a-a atau a-b-a-b
6.   Menggunakan bahasa kiasan

Menurut isinya, syair dapat dibagi menjadi lima golongan, yaitu :
1.   Syair Panji
2.   Syair Romantis
3.   Syair Kiasan
4.   Syair Sejarah
5.   Syair Agama

1.   Syair Panji
Syair yang isinya berkaitan dengan kerajaan. Menceritakan orang-orang yang ada di dalam istana maupun orang-orang yang berasal dari istana. Contoh syair panji yang populer adalah “Syair Ken Tambunan”.

Syair Ken Tambuhan adalah syair yang bercerita tentang puteri raja yang cantik, yang ditawan oleh raja Kuripan, dan dikurung dalam taman larangan istana.

Puteri raja yang bernama Raden Mentri kebetulan bertemu dengan Ken Tambuhan dan jatuh cinta padanya.

Ibunya yang takut puterinya akan kawin dengan orang tidak sederajat kemudian mengupah seseorang untuk membunuh Ken Tambuhan.

Sang kaki tangan menyeret Ken Tambuhan ke luar kota, membunuhnya, dan meletakkannya di atas getek untuk dihanyutkan di sungai.

Raden Mentri yang menemukan jenazah Ken Tambuhan lalu bunuh diri. Para dewa yang mengetahui kisah ini merasa iba, dan menghidupkan mereka berdua. Berikut  isi Syair Ken Tambunan

Jika tuan menjadi air
Kakang menjadi ikan di pasir
Kata nin tiada kakanda mungkir
Kasih kakang batin dan lahir

Jika tuan menjadi bulan
Kakang menjadi pungguk merawan
Aria ningsun emas tempawan
Janganlah bercerai apalah tuan

Tuang laksana bunga kembang
Kakanda menjadi seekor kumbang
Tuanlah memberi kakanda bimbang
Tiadalah kasihan tuan akan abang

Jika tuan menjadi kayu rampak
Kakanda menjadi seekor merak
Tiadalah mau kakanda berjarak
Seketika pun tiada dapat bergerak 


Dengarkan tuan kisa bermula
Citranya ratu dahulu kala
Saban dari batara kala
Negerinya besar tidak bercela(h)

Nama negerinya Cempaka Jajar
Tahta kerajaan amatlah besar
Tidak terbilang rakyat dan laskar
Segenap negeri kedengaran khabar

Beberapa banyak menteri dimati
Takluk kepada ratu yang sakti
Datang meng(h)adap tidak berhenti
Sebilang tahun menghantarkan upeti

Beberapa raja-raja yang bermahkota
Nunduk hidmat ke bawah tahta
Menghantarkan putranya emas dan harta
Sekalianlah di bawah titah Sang Nata

Demikianlah pesannya Ratu Kuripan
Negerinya cukup alat kelengkapan
Gagah berani usulnya tampan
Banyaklah raja-raja malu dan sopan

Beberapa pula bawahan negeri
Persembahkannya putranya putri
Serta segala anak-anak menteri
Ke bawah duli Ratu Bastari 

Masyhurlah wartanya ratu terbilang
Negerinya ramai bukan kepalang
Dengan permainan tidak berselang
Berjamu menteri punggawa hulubalang

Terlalu suka Ratu Pastari
Serta dengan permaisuri
Melihat paras segala putri
Dipeliharakannya seperti putranya sendiri 

Diperbuatkan baginda taman suatu
Dipagarnya dengan kota batu
Terlalu indah tamannya itu
Tempat menaruh anak para ratu
 

Di tengah taman sebuah kolam
Di tepinya diikat dengan batu itam
Airnya jernih tiba dalam-dalam
Sekedarnya boleh tempat menyelam
 

Beberapa banyak bawahan istana
Beratur dengan jem(b)atan ratna
Kuntum dan bunga berbagai warna
Burung dan angkasa berjenis di sana

Di dalam taman sebuah balai
Perhiasannya inda tidak ternilai
Bertulis awan bunga bertangkai
Kalau angkasa berbagai-bagai

Balainya diperbuat empat puluh ruang
Tingkapnya berukir berkerawang
Di batu di cermin kaca diselang
Disinar syams gilang-gemilang

Di sanalah berhimpun segala putri
Beserta sekalian anak menteri
Dititahkan oleh permaisuri
Duduk bertenun sehari-hari

Sebermula Sri Nara Indra
Baginda tua konon sudah berputra
Seorang laki-laki tiada bertara
Raden tua tidak bersaudara

Namanya Inu Kertapati
Arif dan bijak perwira sakti
Parasnya laksana yang sesejati
Segala yang melihat gila beringati

Diperbuatkan baginda sebuah istana
Lengkaplah dengan jambangan setana
Segala permainan ada di sana
Tempatnya itu yang bijaksana

Tujuh belas tahun umurnya anakanda
Terlalu kasih ayahanda dan bunda
Beberapa kedayan yang muda-muda
Sekaliannya anak menteri berbeda

Selamanya besar raden menteri
Mungkin bertambah sayangnya negeri
Memalu gamelan sehari-hari
Berjenis permainan sahaja dicahari

Segala anak menteri yang muda-muda
Berlajar memanah di atas kuda
Sentiasa hadirlah ada
Sedia melayani putra baginda

Tersebutlah kisahnya suatu peri
Citranya ratu diangkat diri
Baginda berputra seorang putri
Parasnya laksana anak-anak sang biduari 

Namanya Raden Puspa Kencana
Elok manjelis terlalu bina
Dengan perintah dewa yang gana
Putri pun lenyap di taman setana

Adalah kepada suatu hari
Bermain ke taman raden putri
Diiringkan sekalian anak-anak menteri
Inang pengasuh kanan dan kiri

Sudah bersiram lagu memakai
Kalah pun duduk di atas balai
Mangku berbunga berbagai-bagai
Ada yang berkarang ada yang bertangkai

Ramainya tidak lagi terperi
Dengan dayang-dayang anak-anak menteri
Ada yang setengah bertindak menari
Datanglah pertanda Dewa Johari

Sekonyong-konyong gelap gulita
Matahari tidak kelihatan nyata
Kilat dan petir jangan dikata
Sekaliannya tersujutlah anggota

Datanglah dewa dengan hebatnya
Disambarnya putri serta pengasuhnya
Gaib dermata dayang sekaliannya
Masing-masing tersujut dengan tangannya

Gempar dan geger dayang sekalian
Masing-masing berteriak berlarian
Ada yang dahulu ada yang kemudian
Sambil menyeru sengkuta dan bina
an

Lenyaplah sudah raden putri
Sekalian menangis pulang berlari
Meng(h)adap Sang Nata dewa laki istri
Baginda pun tersujut tidak terperi

Sekaliannya mengharu dikata
Berdatang sembah dengan airnya mata
Anakanda disambar sukma dewata
Bina dan sengkuta bersama semata

Setelah baginda men(d)engarkan sembah
Kedua laki istri pinginlah merabah
Seisi istana baginda gelabah
Selaku belalang yang kena tubah

Menderulah ratu di dalam puri
Mengatakan hilang raden menteri
Masuklah patih sekalian menteri
Mengerahkan punggawa pergi mencahari

Sekalian menyembah membawa angkatan
Pergi mencahari segenap hutan
Meratalah padang gunung daratan
Ada kulon ada yang ke wetan

Hati beberapa bulan dan termasya
Punggawa mencahari sehabis kuasa
Segenap negeri peminggiran dan dunia
Jurang lautan semuanya diperiksa

Kembalilah segala punggawa menteri
Termasuk meng(h)adap patih Johari 
Ratalah sudah beta mencahari
Tiadalah bertemu dengan raden putri

Patih pun segera meng(h)adap Sang Nata
Persembahkan seperti kabar dan warta
 
Setelah baginda men(d)engarkan kata
Jujur terhambur airnya mata

Lebihlah pula menangis permaisuri
Sambil meratap berbagi peri
 
Anak Angsuna Kemala negeri
Ke manakah tuan membuangkan diri

Buah hati emas tempawan
Putranya bunda hanyalah tuan
 
Hidup dan mati tidak ketahuan
Di desa mana anakku tertawan

Putra Angsuna cahaya durja(h
Anakku biasa bunda permanja

Dari kecil sampai remaja
Seperti berhala bunda memuja

Di manakah tempat emas juwita
Dibuangkan oleh sukma dewata 
Sampai bunda pergi beserta
Hidup dan mati bersamalah kita

Di gunung mana anakku diletakkan
Di hutan mana tuan disesatkan
 
Betapakah perinya minum dan makan
Mengapa bunda tuan tinggalkan

Putraku biasa tidur di tilam
Barangkali terjatuh di hutan yang kelam

Tercampak karangan di jurang yang dalam
Bunda bercinta siang dan malam

Permaisuri menangis menepuk dada
Sambil meratap menyeru anakanda
Putra bangsawan jiwanya bunda
Suramlah cahaya mahkota ayahanda

Sangatlah menangis permaisuri
Selaku pingsan merebahkan diri
Olehnya baginda segera disandari
Ramailah menangis seisinya puri






Adapun akan mangkunegara
Gundah tiada lagi terkira
Belas memandang Raja Putra
Semuanya sudah dalam penjara

Sungguh ia bersuka-suka
Hatinya gundah tiada berketika
Sangat pandai menyamarkan duka
Tiada rupa memandang muka

Jikalau memandang saudaranya
Di dalam penjara yang ketiganya
Berlinang-linang air matanya
Seboleh-bolehnya disamarkannya

Daripada ia tiada takutnya
Pada Prabu Nata ratu bangsawan
Hati yang gundah diliburkan
Dibawanya dengan bersesukaan


Syair Abdul Muluk

Berhentilah kisah raja Hindustan,
Tersebutlah pula suatu perkataan
Abdul Hamit syah padaku sultan,
Duduklah baginda bersuka-sukaan.

Abdul Muluk putra baginda,
Besarlah sudah bangsawan muda,
Cantik majelis usulnya syahdam
Tiga belas tahun umurnya ada.

Paras elok amat sempurna,
Petah menjelis bijak laksana,
Memberi hati bimbang gulana,
Kasih kepadanya mulya dan hina


2.   Syair Romantis
Syair yang berisi tentang percintaan, pelipur lara, maupun cerita rakyat. Contoh syair romantis yang populer  “Syair Bidasari”.

Syair Bidasari ialah syair romantis yang amat populer dalam masyarakat Melayu abad ke-18 dan ke-19.

Menurut Van Hoëvell syair ini berasal dari Palembang apabila ditinjau dari sisi linguistiknya. Syair ini juga sempat populer di Eropa pada abad ke-19, dan diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda, dan disadur dalam bentuk prosa ke dalam bahasa Perancis. 

Syair ini memiliki tema
suka cita seorang raja atas kelahiran putrinya yang berujung kedukaan. 

Berikut isi Syair Bidasari :

Dengarlah kisah suatu riwayat
Raja di desa negeri Kembayat
Dikarang fakir dijadikan hikayat
Dibuatkan syair serta berniat

Adalah raja sebuah negeri
Sultan Agus bijak bestari
Asalnya baginda raja yang bahari
Melimpah pada dagang biaperi

Kabarnya orang empunya termasa
Baginda itulah raja perkasa
Tiadalah ia merasa susah
Entahlah kepada esok dan lusa

Seri padukan sultan bestari
Setelah ia sudah beristri
Beberapa bulan beberapa hari
Hamillah puteri permaisuri

Demi ditentang duli mahkota
Makinlah hati bertambah cinta
Laksana mendapat bukit permata
Menentang istrinya hamil serta

Beberapa lamanya di dalam kerajaan
Senantiasa ia bersuka-sukaan
Datanglah masa beroleh kedukaan
Baginda meninggalkan takhta kerajaan

Datanglah kepada suatu masa
Melayanglah unggas dari angkasa
Unggas garuda burung perkasa
Menjadi negeri rusak binasa

Datang menyambar suaranya bahna
Gemparlah sekalian mulia dan hina
Seisi negeri gundah gulana
Membawa dirinya barang ke mana

Baginda pun sedang dihadap orang
Mendengarkan gempar seperti perang
Bertitah baginda raja yang garang
Gempar ini apakah kurang



Dengan bismillah permulaan warkat
Diambil kertas kalam diangkat
Pena dan tinta jadi serikat
Menyampaikan hakikat dengan hasrat

Pena menyelam dawat menyambut
Terbentang kertas putih umbut
Kalam menari kata disebut
Jejak terbentang sebagai rambut

Awal mulanya surat direka
Kenangan menyerang tidak berjangka
Siang malam segenap ketika
Wajah Adinda rasa di muka

Surat inilah pengganti diri
Datang menjelang muda bestari
Duduk berbincang berperi-peri
Melepas rindu hati sanubari


Dalam luang waktu ku coba lupakan.. 
Sejenak memendam kisah lama yang silam.. 
Melihat pelangi yang kini t'lah kelam.. 
Gelap gulita dan sunyi mencekam.. 

Nampak hadirmu dalam ingatan.. 
Terlihat jelas tapi menyakitkan.. 
Walau terasa kau ku dambakan.. 
Membuat aku dalam kesepian.. 

Meski kau ku cinta tapi tak sebaliknya.. 
Kau yang ku puja takkan terlupa.. 
Seringkali kau nampak senangkan.. 
Dan tak jarang kau juga menyakitkan.. 

Kerinduan ini membuatku gila.. 
Kehilangan dirimu sebuah luka.. 
Berangan aku tuk selamanya.. 
Hingga mati pun slalu bersama.. 

Dan mungkin seandainya nanti.. 
Mentari tak bersinar lagi.. 
Kau tetap dan s'lalu disisi.. 
Menemaniku dalam indahnya surgawi. 

Riang tertunda tersita janji.. 
Bukti lenyap nyaris diingkari.. 
Tangguhkan angan raih mimpi.. 
Luluh terkapar menanti dihampiri.. 

Musnah ambisi lelah meyakinkan.. 
Hambar niat tawaran ter'abaikan.. 
Hadirkan kecurigaan mengancam.. 
Denting meredup sirnalah harapan.. 

Nafas lepas mata terpana.. 
Hanya diam mulut menganga.. 
Masihkah ada pijakan tangga.. 
Berharap bisikan buka telinga.. 

Sisa jiwa nyaris terkubur.. 
Bertahan pantang mundur.. 
Kami masih ucapkan syukur.. 
Meski raga kan hancur lebur.


3.   Syair Kiasan
Syair yang berisi kiasan atau sindiran kepada suatu peristiwa tertentu yang diungkapkan secara simbolik. Bisa dengan simbol hewan atau buah-buahan. Contoh syair kiasan yang populer “SyairBurung Pungguk”.


Syair Burung Pungguk

Pertama mula Pungguk merindu,
Berbunyilah guruh mendayu-dayu,
Hatinya rawan bercampur pilu,
Seperti dihiris dengan sembilu.

Pungguk bermadah seraya merawan,

“wahai Bulan,terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah tercelah awan,”

Sebuah tilam kita beradu,

Mendengarkan pungguk merindu,
Suaranya halus tersedu-sedu,
Laksana orang berahikan jodoh

Pungguk merawan setiap bulan,

Sebilang jitun berlompatan,
Bulan mengandung disebelah lautan,
Mendengarnya bersambut-sambutan….

Di atas beraksa berapa lama,
Gilakan cahaya bulan purnama,
Jikalau bulan jatuh kerama,
Di manakah dapat pungguk bersama.

“Pungguk bermadah seraya merawan,
Wahai bulan terbitlah tuan,
Gundahku tidak berketahuan,
Keluarlah bulan tercelah awan,”


Syair Ikan Terubuk

Bismillah itu permulaan kalam
Dengan nama Allah Khalik al-‘alam
Melimpahkan rahmat siang dan mala
Kepada segala mukmin dan Islam

Mula dikarang ikan terubuk
Lalai memandang ikan di lubuk
Hati dan jantung bagai serbuk
Laksana kayu dimakan bubuk

Asal terubuk ikan Puwaka
Tempatnya konon dilaut Malaka
Siang dan malam berhati duka
Sedikit tidak menaruh suka

Pagi dan petang duduk bercinta
Berendam dengan airnya mata
Kalbunya tidak menderita
Karena mendengar kabar berita

Pertama mula Terubuk merayu
Berbunyilah guruh mendayu-dayu
Senantiasa berhati sayu
Terkenang putri ikan puyu-puyu

Putrid puyu-puyu konon namanya
Didalam kolam konon tempatnya
Cantik majelis barang lakunya
Patutlah dengan budi bahasanya

Kolam tu konon di tanjung padang
Disanalah tempatnya terubuk bertandang
Pinggangnya ramping dadanya bidang
Hancurlah hati terubuk memandang

Muda menentang dari saujana
Melihat putri terlalu lena
Hati di dalam bimbang gulana
Duduk bercinta tiada semena

Gundah gulana tidak ketahuan
Lalulah pulang muda bangsawan
Setelah sampai ke tanjung tuan
Siang dan malam igau-igauan




Syair Burung Nuri

Paksi Simbangan konon namanya
Cantik dan manis sekalian lakunya
Matanya intan cemerlang cahayanya
Paruhnya gemala tiada taranya

Terbangnya Simbangan berperi-peri
Lintas di Kampung Bayan Johari
Terlihatlah kepada putrinya Nuri
Mukanya cemerlang manis berseri

Simbangan mengerling ke atas geta
Samalah sama berjumpa mata
Berkobaran arwah leburlah cinta
Letih dan lesu rasa anggauta

4.   Syair Sejarah
Syair yang berisi tentang suatu peristiwa sejarah yang penting, misalnya tentang peperangan. Contoh syair sejarah yang populer “Syair Perang Mengkasar”.

Syair Perang Mengkasar dikarang oleh Encik Amin (juru tulis Sultan Hasanuddin). Syair ini menceritakan perang antara VOC dengan kerajaan Gowa yang berlangsung antara tahun 1667-1668.

Uniknya meskipun ditulis di Makassar, syair ini tidak memperlihatkan pengaruh bahasa bugis atau bahasa Makassar, justru kosa kata Aceh dan bahasa Minangkabau yang ada di dalamnya

Bismiâllah itu suatu firman
Fardulah kita kepadanya iman
Muttasil pula dengan rahman
Hasil maksudnya pada yang budiman

Rahman itu sifat
Tiada bercerai dengan kunhi zat
Nyatanya itu tiada bertempat
Barang yang bekal sukar mendapat

Rahim itu sifat yang sedia
Wajiblah kita kepadanya percaya
Barang siapa yang mendapat dia
Dunia akhirat tiada berbahaya

Al-hamduliâllah tahmid yang ajla
Nyatanya dalam kalam Allah ala
Madah terkhusus bagi hak taâ ala
Sebab itulah dikarang oleh wali Allah

Setelah sudah selesai pujinya
Salawat pula akan nabi-Nya
Di sanalah asal mula tajallinya
Kesudahan tempat turun wahyunya

Muhammad itu nabi yang khatam
Mengajak ke hadrat rabbi al-alam
Sesungguhnya dahulu nyatanya (kelam)
Dari pada pancarnya sekalian alam

Salawat itu masyhur lafaznya
Telah termazhur pada makhluknya
Allahumma salliâalaihi akan agamanya
Di sanalah nyata sifat jamalnya

Tuanku sultan yang amat sakti
Akan Allah dan rasul sangatlah bakti
Suci dan ikhlas di dalam hati
Seperti air ma’al-hayati.

Daulatnya bukan barang-barang
Seperti manikam yang sudah di karang
Jikalau dihadap sengala hulubalang
Cahaya durjanya gilang gemilang

Raja berani sangatlah bertuah
Hukumannya ‘adil kalbunya murah
Segenap tahun zakat dan fitrah
Fakir dan miskin sekalian limpah

Sultan di Goa raja yang sabar
Berbuat ‘ibadat terlalu gemar
Menjauhi nahi mendekatkan amar
Kepada pendeta baginda belajar.

Baginda raja yang amat elok
Serasi dengan adinda di telo’
Seperti embun yang sangat sejuk
Cahayanya limpah pada segala makhluk

Tiadalah habis gharib kata
Sempurnalah baginda menjadi sultan
Dengan saudaranya yang sangat berpatutan
Seperti emas mengikat intan

Bijaksana sekali berkata-kata
Sebab berkapit dengan pendeta
Jikalau mendengar khabar berita
Sadarlah baginda benar dan dusta

Kekal ikrar apalah tuanku
Seperti air zamzam di dalam sangku
Barang kehendak sekalian berlaku
Tenteranya banyak bersuku-suku

Patik persembahkan suatu rencana
Mohon ampun dengan karunia
Aturnya janggal banyak ta’kena
Karena ‘akalnya belum sempurna

Mohonkan ampun gharib yang fakir
Memcatatkan asma di dalam sya’ir
Maka patik pun berbuat sindir
Kepada negeri asing supaya lahir

Tuanku ampun fakir yang hina
Sindirnya tidak betapa bena
Menyatakan asma raja yang ghana
Supaya tentu pada segala yang bijaksana

Maka patik berani berdatang sembah
Harapkan ampun karunia yang limpah
Tuanku ampuni hamba Allah
Karena aurnya banyak yang salah

Tamatlah sudah memuji sultan
Tersebutlah perkataan Welanda syaitan
Kornilis Sipalman penghulu kapitan

Raja Palakka jadi panglima
Demikian asal mula pertama
Welanda dan Bugis bersama-sama
Kornilis Sipalman ternama
Raja Palakka menjadi panglima

Berkampunglah Welanda sekalian jenis
Berkatalah Jendral Kapitan yang bengis
Jikalau alah Mengkasar nin habis
Tunderu’ kelak raja di Bugis

Setelah didengar oleh si Tunderu’
Kata jenderal Welanda yang mabuk
Berbangkitlah ia yang duduk
Betalah kelak di medan mengamuk

Akan cakap Bugis yang dusta
Sehari kubedil robohlah kota
Habis kuambil segala harta
Perempuan yang baik bahagian beta

Jika sudah kita alahkan
Segala hasil beta persembahkan
Perintah negeri kita serahkan
Kerajaan di bone’Tunderu’ pohonkan

Setelah didengar oleh jenderal
Cakap Tunderu’ orang yang bebel
Disuruhnya berlengkap segala kapal
Seorang kapitan dijadikan amiral

Putuslah sudah segala musyawarat
Welanda dan bugis membawa alat
Beberapa senapang dengan bangat
Sekalian soldadu di dalam surat.

Tujuh ratus enam puluh soldadu yang muda-muda
Memakai kamsol cara Welanda
Rupanya sikap seperti Garuda
Bermuatlah ke kapal barang yang ada

Delapan belas kapal yang besar
Semuanya habis menarik layer
Turunlah angin barat yang besar
Sampailah ia ke negeri Mengkasar

Di laut Barombong kapal berlabuh
Kata si Bugis nati dibunuh
Jikalau raja yang datang menyuruh
Semuanya tangkap kita perteguh

Pada sangkanya Bugis dan Welanda
Dikatanya takut gerangan baginda
Tambahan Bugis orang yang bida’ah
Barang katanya mengada-ngada

Segala ra’yat yang melihat
Ada yang suka ada yang dahsat
Sekalian rakyat berkampung musyawarat
Masuk mengadap duli hadrat

Daeng dank are masuk ke dalam
Mengadap duli mahkota ‘alam
Berkampunglah segala kaum Islam
Menantikan titah Syahi ‘alam

Akan titah baginda sultan
Siapatah baik kita titahkan
Tanyakan kehendak Welanda syaitan
Hendak berkelahi kita lawan

Menyahut baginda Karaeng Ketapang
Karaeng we jangan hatimu bimbang
Jikalau Welanda hendak berperang
Kita kampungkan sekalian orang

Dititirlah nobat gendering pekanjar
Bunyinya gemuruh seperti tagar
Berhimpunlah ra’yat kecil dan besar
Adalah geger negeri Mengkasar

Bercakaplah baginda Keraeng Popo
Mencabut sunderikyang amat elok
Barang di mana ketumbukan si Tunderu’
Daripada tertawan remaklah habi

Karaeng garasi’ raja yang tua
Barcakap di hadapan anakanda ke dua
Barang kerja akulah bawa
Karena badanku pun sudahlah tua

Karaeng Bonto Majanang saudara Sultan
Sikapnya seperti harimau jantan
Barang ke mana patik dititahkan
Welanda dan Bugis saja kulaawan

Bercakap pula Karaeng Jaranika
Merah padam warnanya muka
Welanda Bugis anjing celaka
Haramlah aku memalingkan muka

Karaeng Panjalingang raja yang bijak
Melompat mencabut keris pandak
Jikalau undur patik nin kelak
Kepada perempuan suruh tempelak

Keraeng Bonto Sunggu raja elok
Bercakap di hadapan Raja Telo’
Biarlah patik menjadi cucuk
Welanda dan Bugis saja kuamuk

Keraeng Balo’ raja yang muda
Bercakap di hadapan paduka kakanda
Jikalau sekadar Bugis dan Welanda
Barang dititahkan patiklah ada

Akan cakap Keraeng Sanderabone
Mencabut sunderik baru dicanai
Jikalau sekadar Sopeng dan Bone
Tambah lagi Sula’ dengan Burne

Jikalau ia mau kemari
Sekapur sirih ia kuberi
Jikalau Allah sudah memberi
Si la'nat Allah kita tampari

Bercakap bage Keraeng Mandale
Ia berkanjar mencabut sunderik
Berdiri melompat seraya bertempik
Barang di mana dititahkan patik

Keraeng Mamu berani sungguh
Bercakap dengan kata yang teguh
Jikalau patik bertemu musuh
Pada barang tempat hambah bertutuh


Negaradipa

Bermula kisah kita mulai
Zaman dahulu zaman bahari
Asal mulanya sebuah negeri
Timbulnya kerajaan Raja di Candi

Kerajaan bernama Negara Dipa
Raja pertama Empu Jatmika
Putra tunggal Mangkubumi dengan Sitira
Asal Negeri Keling di Tanah Jawa

Mangkubumi saudagar kaya
Kerabat raja yang bijaksana
Berputra seorang elok rupanya
Empu Jatmika konon namanya.

Empu Jatmika terus bertambah usianya
Hingga dewasa menjadi cendikia
Dikawinkan dengan Sira Manguntur namanya
Putri cantik pandai bertutur kata.

Empu Mandastana dan Lambung Mangkurat
Kakak beradik tampan gagah muda belia
Itulah namanya putra Empu Jatmika
Sama elok sama tampan sama pandainya.

Karena sudah keadaan
Sakitlah Mangkubumi yang dipertuan
Hamba sahaya semua bersedih menaruh kasihan
Kemudian semua sanak famili dikumpulkan.

Saudagar Mangkubumi yang dipertuan
Sakitnya bertambah tidak tertahan
Selalu dijaga seluruh handai taulan
Dari hari berganti bulan.

Setelah Mangkubumi merasa tidak kuat bertahan
Saatnya dunia yang  fana harus ditinggalkan
Nafas terengah air mata mengalir perlahan
Lemah tak berdaya sekujur badan.

Empu Jatmika dan kedua putranya
Duduk bersimpuh bersama ibunya
Membelai mencium tangan ayahanda
Duduk terpekur membaca doa.

Lalu berkata Mangkubumi tercinta
Meninggalkan amanat kepada anakda
Hadirin mendengar dengan hikmatnya
Diterimalah wasiat oleh anak cucunya.

Adapun amanat yang ditinggalkannya
Kepada anaknya Empu Jatmika
Tersusun bunyi kata-katanya
Harus kerjakan diingat pula.

Wahai anakku Empu Jatmika
Serta cucuku Empu Mandastana
Lambung Mangkurat duduk beserta
Sira Manguntur dan neneknya Sitira.

Jika aku sudah tak ada lagi
Meninggalkan dunia yang fana ini
Pertama-tama jagalah diri
Martabat keluarga dijunjung tinggi.

Kedua pula janganlah kikir
Bersikaplah adil tak boleh mungkir
Hormatilah pula setiap orang pakir
Setiap tindakan harus dipikir.

Selain itu sebagai ketiga
Sesudah aku meninggalkan dunia
Hendaklah turut dan kerjakan segera
Pergilah anakda dari negeri kita.

Sebabnya itu wahai anakku tersayang
Di negeri Keling negeri kita sekarang
Banyaklah orang sebagai penghalang
Yang iri dengki selalu datang.


5.   Syair Agama
Syair yang berisi tentang ajaran ilmu tasawuf. Syair agama terbagi menjadi empat, yaitu : syair sufi, syair tentang ajaran Islam, syair riwayat Nabi, dan syair nasihat.


Janganlah engkau berbuat maksiat
Janganlah engkau berbuat jahat
Segeralah engkau bertaubat
Agar selamat dunia akhirat

Janganlah engkau bertakabur
Perbanyaklah engkau bertapakur
Mendapatkan nikmat harus bersyukur
Agar selamat dari siksa kubur

Ayat-ayat suci yang selalu ku ucapkan
Solat lima waktu kulaksanakan
Dzikir-dzikir selalu ku lantunkan
Ibadah kepadamu tuhan

Bertaubatlah setelah berbuat salah
Karena kita makhluk yang lemah
Bantu aku dan tuntunlah
Untuk menggapai surgamu yang indah

Dunia ini memang tua
Sebaiknya jangan untuk huru hara
Ibadahlah memohon ampun kepada-Nya
Sesungguhnya hanya engkau yang sempurna

Mari kita semua sahabat

Perbanyak lah membaca sholawat
Seksa kubur semua lewat
Menuju ke alam akhirat



Wahai Ananda dengarlah pesan
Pakai olehmu sifat anak jantan
Bertanggung jawab dalam perbuatan
Beban dipikul pantang dielakkan

Wahai Ananda intan pilihan
Sifat tanggung jawab engkau amalkan
Berani mencencang terpotong tangan
Berani berhutang tumbuhlah beban

Wahai Ananda permata hikmat
Tanggung jawabmu hendaklah ingat
Berani menanggung sebab akibat
Berani berbuat tangan dikebat

Wahai Ananda intan terserlah
Bertanggung jawab dalam bertingkah
Berani menanggung sakit dan susah
Berani mati mempertahankan lidah

Wahai Ananda Bunda berpesan
Tanggung jawabmu jangan tinggalkan
Sakit dan perih engkau tahankan
Aib dan malu engkau tampungkan


 Inilah gerangan suatu madah
mengarangkan syair terlalu indah
membetuli jalan tempat berpindah
di sanalah i’tikat diperbetuli sudah

Wahai muda kenali dirimu,
ialah perahu tamsil tubuhmu,
tiadalah berapa lama hidupmu,
ke akhirat jua kekal diammu.

Hai muda arif-budiman
hasilkan kemudi dengan pedoman
alat perahumu jua kerjakan
itulah jalan membetuli insan

Perteguh jua alat perahumu
hasilkan bekal air dan kayu
dayung pengayuh taruh di situ
supaya laju perahumu itu

Sudahlah hasil kayu dan ayar
angkatlah pula sauh dan layar
pada beras bekal jantanlah taksir
niscaya sempurna jalan yang kabir

Perteguh jua alat perahumu
muaranya sempit tempatmu lalu
banyaklah di sana ikan dan hiu
menanti perahumu lalu dari situ.

Muaranya dalam, ikanpun banyak
di sanalah perahu karam dan rusak
karangnya tajam seperti tombak
ke atas pasir kamu tersesak

Ketahui olehmu hai anak dagang
riaknya rencam ombaknya karang
ikanpun banyak datang menyarang
hendak membawa ke tengah sawang.

Muaranya itu terlalu sempit,
di manakan lalu sampan dan rakit
jikalau ada pedoman dikapit,
sempurnalah jalan terlalu ba’id.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

PEDIH

  Ia ceritakan kepada malam Sebuah kisah yang kelam Ketika hati menjadi ulam Mengenang cinta yang suram   Ia ceritakan kepada bint...