Sabtu, 11 Agustus 2018

Sastra : Pengertian, Ciri, Fungsi, Syarat, Jenis, Sejarah dan perkembangannya

sastra

Dalam bahasa Indonesia, arti kata sastra adalah merujuk pada sebuah hasil karya yang merujuk pada kata ‘kesusastraan’.
Jadi, dalam bahasa Indonesia sastra adalah jenis tulisan yang memiliki makna dan bentuk keindahan tertentu.
Sastra berkaitan dengan hasil cipta manusia.
Baik yang anonim (biasanya sastra lama) maupun yang diketahui pengarangnya atau penciptanya. 

Selain istilah sastra, dalam bahasa Indonesia ada kata sastrawi.
Arti kata sastrawi memiliki perbedaan medan makna atau definisi dengan sastra.
Jika sastra adalah sebuah teks semata, sementara sastrawi adalah teks sastra yang sangat kental nuansa sastra (keindahannya).

Istilah untuk menyebut orang yang menghasilkan karya sastra adalah sastrawan.
Sastrawan masih bisa dibagi lagi berdasarkan jenis karya sastra yang dihasilkan. 
1)   Sebutan untuk sastrawan yang menulis novel adalah novelis.
2)   Sebutan untuk sastrawan yang menulis puisi adalah penyair.
3)   Sebutan untuk sastrawan  yang menulis cerpen adalah cerpenis.
4)   Sebutan untuk sastrawan yang menulis juga pelaku drama adalah dramawan.
Adakalanya penyebutan dengan istilah lain yaitu aktor dan aktris drama


A.  Pengertian Sastra
Kata sastra berasal dari bahasa sansekerta yaitu :
Sas yang bermakna “instruksi” atau “ajaran” 
Tra yang bermakna “alat” atau “sarana”
Gabungan kedua kata tersebut dimaknai sebagai jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan tertentu.

Sedangkan untuk pengertian sastra, para ahli sudah meramunya sedemikian rupa, diantaranya :
1)   Mursal Esten (1978 : 9)
Sastra atau Kesusastraan adalah pengungkapan dari fakta artistik dan imajinatif sebagai manifestasi kehidupan manusia. (dan masyarakat) melalui bahasa sebagai medium dan memiliki efek yang positif terhadap kehidupan manusia (kemanusiaan).

2)   Semi (1988 : 8 )
Sastra. adalah suatu bentuk dan hasil pekerjaan seni kreatif yang objeknya adalah manusia dan kehidupannya menggunakan bahasa sebagai mediumnya.

3)   Panuti Sudjiman (1986 : 68)
Sastra sebagai karya lisan atau tulisan yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan, keartistikan, keindahan dalam isi, dan ungkapanya.

4)   Ahmad Badrun (1983 : 16)
Kesusastraan adalah kegiatan seni yang mempergunakan bahasa dan garis simbol-simbol lain sebagai alai, dan bersifat imajinatif.

5)   Eagleton (1988 : 4)
Sastra adalah karya tulisan yang halus (belle letters) adalah karya yang mencatatkan bentuk bahasa. harian dalam berbagai cara dengan bahasa yang dipadatkan, didalamkan, dibelitkan, dipanjangtipiskan dan diterbalikkan, dijadikan ganjil.
6)   Plato
Sastra adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis). Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin rendah dan jauh dari dunia ide.

7)   Aristoteles
Sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu pengetahuan dan filsafat.

8)   Robert Scholes (1992: 1)
Tentu saja, sastra itu sebuah kata, bukan sebuah benda

9)   Sapardi (1979: 1)
Memaparkan bahwa sastra itu adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial. Sastra menampilkan gambaran kehidupan, dan kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan social.

10)       Taum (1997: 13)
Sastra adalah karya cipta atau fiksi yang bersifat imajinatif” atau “sastra adalah penggunaan bahasa yang indah dan berguna yang menandakan hal-hal lain”

Secara umum pengertian sastra adalah sebuah karya yang indah , baik itu tulisan maupun lisan.

B.  Ciri-Ciri Sastra
Suatu karya digolongkan ke dalam karya sastra apabila mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1)   Isinya itu menggambarkan manusia dengan berbagai persoalannya
2)   Bahasanya yang indah atau juga tertata baik
3)   Gaya penyajiannya yang menarik yang berkesan dihati pembacanya maupu pendengarnya

C.  Fungsi Sastra
Fungsi sastra bagi seseorang adalah :
1)   Fungsi rekreatif ialah sastra memberikan kesenangan atau juga hiburan
2)   Fungsi didaktif ialah sastra memberikan suatu wawasan pengetahuan tentang seluk-beluk kehidupan manusia
3)   Fungsi estetis ialah sastra mampu memberikan keindahan
4)   Fungsi moralitas ialah sastra memberikan pengetahuan tentang moral yang baik serta buruk.
5)   Fungsi religius ialah sastra menghadirkan karya yang didalamnya mengandung ajaran agama yang diteladani


D.  Syarat Sastra
Menurut Jakob Sumardjo dan Zaini KM (1988:5-8) ada sepuluh syarat karya sastra bermutu, yaitu :
1)   Karya sastra adalah usaha merekam isi jiwa sastrawannya.
2)   Sastra adalah komunikasi, artinya bisa difahami oleh orang lain.
3)   Sastra adalah sebuah keteraturan, artinya tunduk pada kaidah-kaidah seni.
4)   Sastra adalah penghiburan, artinya mampu memberi rasa puas atau rasa senang pada pembaca.
5)   Sastra adalah sebuah integrasi, artinya terdapat keserasian antara isi, bentuk, bahasa, dan ekspresi pribadi pengarangnya.
6)   Sebuah sastra yang bermutu adalah sebuah penemuan.
7)   Karya yang bermutu merupakan (totalitas) ekspresi sastrawannya.
8)   Karya sastra yang bermutu merupakan sebuah karya sastra yang pekat, artinya padat isi dan bentuk, bahasa dan ekspresi.
9)   Karya sastra yang bermutu merupakan hasil penafsiran kehidupan.
10)       Karya sastra yang bermutu Merupakan sebuah pembaharuan.

E.  Jenis-Jenis Sastra
Pembagian jenis-jenis karya sastra adalah sebagai berikut :
Penggolongan jenis karya sastra berdasarkan bentuk karya yang dihasilkan.
1)   Prosa adalah karya sastra yang berupa paragraf yang berisi rangkaian cerita.
Yang termasuk dalam prosa adalah cerpen dan novel.
Cerpen adalah karya sastra yang berupa cerita yang hanya memiliki satu konflik, dan panjangnya tidak lebih dari 1000 kata.
Novel adalah karya sastra yang berisi cerita yang panjang dan kompleks.

2)   Puisi adalah karya sastra yang berisi bait dan baris yang singkat dan padat.
Mengutamakan penggunaan kata (diksi) yang indah.
Karya sastra puisi adalah karya sastra yang sulit dipahami karena baris yang singkat dan padat.

3)   Drama adalah karya sastra yang berupa percakapan antar-tokoh yang terdapat di dalamnya.
Meskipun ada yang menyebut bahwa drama adalah bagian dari prosa, tetapi tidak sedikit pula para ahli yang berpendapat bahwa drama adalah jenis sastra tersendiri. 

Pembagian karya sastra berdasarkan media penyampaiannya.
1)   Karya sastra lisan adalah karya sastra yang penyampaian karya tersebut melalui lisan.
Sebutan lain jenis ini adalah sastra oral. Yaitu yang disampaikan dari mulut ke mulut.
Cara menikmati karya sastra ini dengan mendengarkan

2)   Karya sastra tertulis adalah karya sastra yang penyampaian karya tersebut melalui tulisan.
Cara menikmati karya sastra ini dengan membaca

F.   Sejarah dan Perkembangan Sastra
Ragam karya sastra Indonesia menurut bentuknya terdiri atas puisi, prosa, prosa liris, dan drama.
Masing-masing ragam karya sastra Indonesia dari setiap periode itu mengalami perkembangan sehingga menimbulkan ciri khas.
Beberapa orang penelaah sastra Indonesia telah mencoba membuat babakan waktu (periodisasi sastra) sejarahsastra Indonesia.
Salah satunya adalah H.B. Jassin. 

Periodisasi sastra yang dikemukakanH.B.Jassin adalah Sastra Melayu dan Sastra Indonesia Modern.
1.   Periode Sastra Melayu
Sastra Melayu muncul sejak bahasa Melayu itu sendiri muncul pertama kali.
Bahasa Melayu berasal dari daerah Riau dan Malaka, berkembang dan menyebar ke seluruh pelosok nusantara dibawa oleh pedagang.
Pada ragam karya sastra puisi, Sastra Melayu yang pertama berbentuk mantera, pantun, syair.
Kemudian, bermunculan pantun kilat (karmina), seloka, talibun, dan gurindam.

Sedangkan pada ragam karya sastra prosa, Sastra Melayu yang pertama berbentuk cerita-cerita pelipur lara, dan dongeng-dongeng.
Dongeng meliputi legenda, sage, fabel, parabel, mite, dan cerita jenaka atau orang-orang malang/pandir.
Bahkan, ragam karya sastra melayu ada yang berbentuk hikayat, tambo, cerita berbingkai, dan wiracarita (cerita panji). 
Pada cerita dongeng sering isinya mengenai cerita kerajaan (istanasentris) dan fantastis.
Kadang-kadang cerita tersebut di luar jangkuan akal manusia (pralogis).

Sebelum masyarakat Melayu mengenal tulisan, karya-karya sastra tersebut disampaikan secara lisan kurang lebih tahun 1500.
Penyebarannya hanya dari mulut ke mulut dan bersifat statis. 
Namun, setelah masyarakat Melayu mengenal tulisan, karya-karya tersebut mulai dituliskan oleh para ahli sastra masa itu tanpa menyebut pengarangnya dan tanggal penulisannya (anonim).

Sastra Melayu sangat dipengaruhi oleh sastra Islam sehingga banyak terdapat kata-kata yang sukar karena jarang didengar.
Alat penyampainya adalah bahasa Arab-Melayu dengan huruf Arab gundul sehingga sering menimbulkan bahasa yang klise.
Di sisi lain, karya-karya sastra yang dihasilkan selalu berisikan hal-hal yang bersifat moral, pendidikan, nasihat, adat-istiadat, dan ajaran-ajaran agama. Cara penulisannya pun terkungkung kuat oleh aturan-aturan klasik, terutama puisi.
Aturan-aturan itu meliputi masalah irama, ritme, persajakan atau rima yang teratur.

Contoh kutipan cerita karya sastra Melayu:
(1). Tatkala pada zaman Raja Iskandar Zulkarnain, anak Raja Darab, Rum bangsanya, Makaduniah nama negerinya. Berjalan hendak melihat matahari terbit, maka baginda sampai pada sarhad negeri Hindi. Maka ada seorang raja terlalu amat besar kerajaannya. Setengah negeri Hindi dalam tangannya, Raja Kidi Hindi namanya.
Kutipan cerita tersebut merupakan ragam karya sastra Melayu bidang prosa, khususnya bentuk hikayat.

(2). Sungguh elok asam belimbing
Tumbuh dekat limau lungga
Sungguh elok berbibir sumbing
Walaupun marah tertawa juga
Pohon padi daunnya tipis
Pohon nangka berbiji lonjong
Kalau Budi suka menangis
Kalau tertawa giginya ompong
Kutipan di atas termasuk salah satu contoh ragam karya sastra Melayu bidang puisi, khususnya bentuk pantun anak-anak jenaka.

Drama di tanah air sudah hidup sejah zaman Melayu.
Bahasa yang digunakan masyarakat Melayu pada waktu itu adalah bahasa Melayu Pasar (bahasa Melayu Rendah).
Rombongan drama yang terkenal pada masa ini adalah Komedie Stamboel. 
Komedie Stamboel ini didirikan oleh August Mahieu, Yap Goan Tay, dan Cassim. 
Kemudian, Komedie ini pecah menjadi Komedie Opera Stamboel, Opera Permata Stamboel, Wilhelmina, Sinar Bintang Hindia.
Naskah drama yang pertama kali ditulis berjudul Lelakon Raden Beij Soerio Retno. 
Lakon drama ini ditulis oleh F. Wiggers tahun 1901.

2.   Periode Sastra Modern
Sastra Indonesia modern adalah sastra yang berkembang setelah pertemuan dengan kebudayaan Eropa dan mendapat pengaruh darinya.
Sastra Indonesia Modern terbagi atas:
a.   Angkatan 20 (Balai Pustaka)
Angkatan 20 disebut juga angkatan Balai Pustaka.
Balai Pustaka merupakan nama badan yang didirikan oleh Pemerintah Belanda pada tahun 1908.
Badan tersebut sebagai penjelmaan dari Commissie voor De Volkslectuur atau Komisi Bacaan Rakyat.
Commissie voor De Volkslectuur dibentuk pada tanggal 14 April 1903. Komisi ini bertugas menyediakan bahan-bahan bacaan bagi rakyat Indonesia pada saat itu.

Untuk memperoleh bacaan rakyat, komisi menempuh beberapa cara, yaitu:
(1). Mengumpulkan dan membukukan cerita-cerita rakyat atau dongeng-dongeng yang tersebar di kalangan rakyat. Naskah ini diterbitkan sesudah diubah atau disempurnakan.
(2). Menterjemahkan atau menyadur hasil sastra Eropa.
(3). Menerima karangan pengarang-pengarang muda yang isinya sesuai dengan keadaan hidup sekitarnya.

Naskah-naskah tersebut menggunakan bahasa Melayu dan bahasa-bahasa daerah lainnya, serta berupa bacaan anak-anak, bacaan orang dewasa sebagai penghibur dan penambah pengetahuan.
Pada tahun 1917 Komisi Bacaan Rakyat barubah namanya menjadi Balai Pustaka.
Balai Pustaka menyelenggarakan penerbitan buku-buku dan mengadakan taman-taman perpustakaan, dan menerbitkan majalah.

Penerbitan majalah dilakukan satu atau dua minggu sekali. Adapun majalah-majalah yang diterbitkan yaitu:
(1). Sari Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1919)
(2). Panji Pustaka (dalam Bahasa Melayu, 1923)
(3). Kejawen (dalam Bahasa Jawa)
(4). Parahiangan (dalam Bahasa Sunda)
Ketiga majalah yang terakhir itu terbit sampai pemerintah Hindia Belanda runtuh.

Lahirnya Balai Pustaka sangat menguntungkan kehidupan dan perkembangan sastra di tanah air baik bidang prosa, puisi, dan drama. Peristiwa- peristiwa sosial, kehidupan adat-istiadat, kehidupan agama, ataupun peristiwa kehidupan masyarakat lainnya banyak yang direkam dalam buku-buku sastra yang terbit pada masa itu.

Lahirnya angkatan 20 (Balai Pustaka) mempengaruhi beberapa ragam karya sastra, diantaranya:
1)   Prosa Angkatan Balai Pustaka
Roman
Pada ragam karya sastra prosa timbul genre baru ialah roman, yang sebelumnya belum pernah ada.
Buku roman pertama Indonesia yang diterbitkan oleh Balai Pustaka berjudul Azab dan Sengsara karya Merari Siregar pada tahun 1920. Roman Azab dan Sengsara ini oleh para ahli dianggap sebagai roman pertama lahirnya sastra Indonesia.
Isi roman Azab dan Sengsara sudah tidak lagi menceritakan hal-hal yang fantastis dan istanasentris, melainkan lukisan tentang hal-hal yang benar terjadi dalam masyarakat yang dimintakan perhatian kepada golongan orang tua tentang akibat kawin paksa dan masalah adat.

Adapun isi ringkasan roman Azab dan Sengsara sebagai berikut:
Cinta yang tak sampai antara kedua anak muda (Aminuddin dan Mariamin), karena rintangan orang tua.
Mereka saling mencintai sejak di bangku sekolah, tetapi akhirnya masing-masing harus kawin dengan orang yang bukan pilihannya sendiri.
Pihak pemuda (Aminuddin) terpaksa menerima gadis pilihan orang tuanya, yang akibatnya tak ada kebahagian dalam hidupnya.
Pihak gadis (Mariamin) terpaksa kawin dengan orang yang tak dicintai, yang berakhir dengan penceraian dan Mariamin mati muda karena merana.

Genre roman mencapai puncak yang sesungguhnya ketika diterbitkan buku Siti Nurbaya karya Marah Rusli pada tahun 1922. Pengarang tidak hanya mempersoalkan masalah yang nyata saja, tapi mengemukakan manusia-manusia yang hidup.
Pada roman Siti Nurbaya tidak hanya melukiskan percintaan saja, juga mempersoalkan poligami, membangga-banggakan kebangsawanan, adat yang sudah tidak sesuai dengan zamannya, persamaan hak antara wanita dan pria dalam menentukan jodohnya, anggapan bahwa asal ada uang segala maksud tentu tercapai.
Persoalan-persoalan itulah yang ada di masyarakat.

Sesudah itu, tambah membanjirlah buku-buku atau berpuluh-puluh pengarang yang pada umumnya menghasilkan roman yang temanya mengarah- arah Siti Nurbaya.
Golongan sastrawan itulah yang dikenal sebagai Generasi Balai Pustaka atau Angkatan 20.
Genre prosa hasil Angkatan 20 ini mula-mula sebagian besar berupa roman.
Kemudian, muncul pula cerpen dan drama.

Cerpen
Sebagian besar cerpen Angkatan 20 muncul sesudah tahun 1930, ketika motif kawin paksa dan masalah adat sudah tidak demikan hangat lagi, serta dalam pertentangan antara golongan tua dan golongan muda praktis golongan muda menang.
Bahan cerita diambil dari kehidupan sehari-hari secara ringan karena bacaan hiburan. 
Cerita-cerita pendek itu mencerminkan kehidupan masyarakat dengan suka dukanya yang bersifat humor dan sering berupa kritik.
Kebanyakan dari cerita-cerita pendek itu mula-mula dimuat dalam majalah seperti Panji Pustaka dan Pedoman Masyarakat, kemudian banyak yang dikumpulkan menjadi kitab. Misalnya:
(1).Teman Duduk karya Muhammad kasim
(2).Kawan bergelut karya Suman H.S.
(3).Di Dalam Lembah Kehidupan karya Hamka
(4).Taman Penghibur Hati karya Saadah Aim

Dengan demikian, ciri-ciri angkatan 20 pada ragam karya sastra prosa:
(1). Menggambarkan pertentangan paham antara kaum muda dan kaum tua.
(2). Menggambarkan persoalan adat dan kawin paksa termasuk permaduan.
(3). Adanya kebangsaan yang belum maju masih bersifat kedaerahan.
(4). Banyak menggunakan bahasa percakapan dan mengakibatkan bahasa tidak terpelihara kebakuannya.
(5). Adanya analisis jiwa.
(6). Adanya kontra pertentangan antara kebangsawanan pikiran dengan kebangsawanan daerah.
(7). Kontra antarpandangan hidup baru dengan kebangsawanan daerah.
(8). Cerita bermain pada zamannya.
(9). Pada umumnya, roman angkatan 20 mengambil bahan cerita dari Minangkabau, sebab pengarang banyak berasal dari daerah sana.
(10). Kalimat-kalimatnya panjang-panjang dan masih banyak menggunakan perbandingan-perbandingan, pepatah, dan ungkapan-ungkapan klise.
(11). Corak lukisannya adalah romantis sentimentil. Angkatan 20 melukiskan segala sesuatu yang diperjungkan secara berlebih-lebihan.

2)   Drama Angkatan Balai Pustaka
Pada masa angkatan 20 mulai terdapat drama, seperti:
Bebasari karya Rustam Efendi.
Bebasari merupakan drama bersajak yang diterbitkan pada tahun 1920.
Di samping itu, Bebasari merupakan drama satire tentang tidak enaknya dijajah Belanda.
Pembalasannya karya Saadah Alim merupakan drama pembelaan terhadap adat dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan.
Gadis Modern karya Adlim Afandi merupakan drama koreksi terhadap ekses- ekses pendidikan modern dan reaksi terhadap sikap kebarat-baratan, tetapi penulis tetap membela kawin atas dasar cinta.
Ken arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin merupakan drama saduran dari Pararaton.
Menantikan Surat dari Raja karya Moh. Yamin merupakan drama saduran dari karangan Rabindranath Tagore.
Kalau Dewi Tara Sudah Berkata karya Moh. Yamin.

3)   Puisi Angkatan Balai Pustaka
Sebagian besar angkatan 20 menyukai bentuk puisi lama (syair dan pantun), tetapi golongan muda sudah tidak menyukai lagi.
Golongan muda lebih menginginkan puisi yang merupakan pancaran jiwanya sehingga mereka mulai menyindirkan nyanyian sukma dan jeritan jiwa melalui majalah Timbul, majalah PBI, majalah Jong Soematra.

Perintis puisi baru pada masa angkatan 20 adalah Mr. Moh. Yamin. Beliau dipandang sebagai penyair Indonesia baru yang pertama karena ia mengadakan pembaharuan puisi Indonesia.
Pembaharuannya dapat dilihat dalam kumpulan puisinya Tanah Air pada tahun 1922.
Perhatikan kutipan puisi di bawah ini:
Di atas batasan Bukit Barisan,
Memandang beta ke bawah memandang,
Tampaklah hutan rimba dan ngarai,
Lagi pula sawah, telaga nan permai,
Serta gerangan lihatlah pula,
Langit yang hijau bertukar warna,
Oleh pucuk daun kelapa.

Dibandingkan dengan puisi lama, puisi tersebut sudah merupakan revolusi:
(1). Dari segi isi, puisi itu merupakan ucapan perasaan pribadi seorang manusia.
(2). Dari segi bentuk, jumlah barisnya sudah tidak empat, seperti syair dan pantun, dan persajakkannya (rima) tidak sama.

Pengarang berikutnya pada masa angkatan 20 di bidang puisi adalah Rustam Effendi.
Rustam Effendi dipandang sebagai tokoh peralihan.
Rustam Effendi bersama Mr. Muh. Yamin mengenalkan puisi baru, yang disebut soneta sehingga beliau dianggap sebagai pembawa soneta di Indonesia.
Kumpulan sajak yang ditulis oleh Rustam Effendi pada tahun 1924 adalah Percikan Permenungan.

Perhatikan contoh kutipan sajaknya:
BUKAN BETA BIJAK BERPERI
Bukan beta bijak berperi,
pandai menggubah madahan syair,
Buka beta budak Negeri,
musti menurut undangan mair,
Sarat-saraf saya mungkiri,
Untai rangkaian seloka lama,
beta buang beta singkiri,
Sebab laguku menurut sukma.

Perubahan yang dibawa oleh Rustam Effendi melalui Percikan Permenungan (Bukan Beta Bijak Berperi) yaitu:
(1). Dilihat bentuknya seperti pantun, tetapi dilihat hubungan barisnya berupa syair. Ia meniadakan tradisi sampiran dalam pantun sehingga sajak itu disebut pantun modern.
(2). Lebih banyak menggunakan sajak aliterasi, asonansi, dan sajak dalam sehingga beliau dipandang sebagai pelopor penggunaan sajak asonansi dan aliterasi.

Penyair berikutnya adalah Sanusi Pane. Beliau menciptakan 3 buah kumpulan sajak, yaitu:
(1). Pancaran Cinta (seberkas prosa lirik, 1926)
(2). Puspa Mega (1927)
(3). Madah Kelana (1931)
Sajak yang pertama kali dibuat adalah Tanah Airku (1921), dimuat dalam majalah sekolah Yong Sumatra.

Dengan demikian, ciri-ciri puisi pada periode angkatan 20, yaitu:
(1). Masih banyak berbentuk syair dan pantun.
(2). Puisi bersifat dikdaktis.

b.   Angkatan 33 (Pujangga Baru)
Nama angkatan Pujangga Baru diambil dari sebuah nama majalah sastra yang terbit tahun 1933.
Majalah itu bernama Pujangga Baroe. Majalah Pujangga Baru dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana, Amir Hamzah, Sanusi Pane, dan Armijn Pane.
Keempat tokoh tersebutlah sebagai pelopor Pujangga Baru.
Angkatan Pujangga Baru disebut Angkatan Tiga Puluh.
Angkatan ini berlangsung mulai 1933 – 1942 (Masa penjajahan Jepang).

Karya-karya sastra yang lahir dalam angkatan ini mulai memancarkan jiwa yang dinamis, individualistis, dan tidak terikat dengan tradisi, serta seni harus berorientasi pada kepentingan masyarakat.
Di samping itu, kebudayaan yang dianut masyarakat adalah kebudayaan dinamis.
Kebudayaan tersebut merupakan gabungan antara kebudayaan barat dan kebudayaan timur sehingga sifat kebudayaan Indonesia menjadi universal.

Genre prosa Angkatan 33 (Pujangga Baru) berupa:
Roman Angkatan Pujangga Baru
Roman pada angkatan 33 ini banyak menggunakan bahasa individual
Pengarang membiarkan pembaca mengambil simpulan sendiri, pelaku-pelaku hidup/ bergerak
Pembaca seolah-olah diseret ke dalam suasana pikiran pelaku- pelakunya, mengutamakan jalan pikiran dan kehidupan pelaku-pelakunya. 
Dengan kata lain, hampir semua buku roman angkatan ini mengutamakan psikologi.

Isi roman angkatan ini tentang segala persoalan yang menjadi cita-cita sesuai dengan semangat kebangunan bangsa Indonesia pada waktu itu, seperti politik, ekonomi, sosial, filsafat, agama, kebudayaan.
Di sisi lain, corak lukisannya bersifat romantis idealistis.

Contoh roman pada angkatan ini, yaitu Belenggu karya Armyn Pane (1940) dan Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisyahbana.
Di samping itu, ada karya roman lainnya, diantaranya Hulubalang Raja (Nur Sutan Iskandar, 1934), Katak Hendak Menjadi Lembu (Nur Sutan Iskandar, 1935), Kehilangan Mestika (Hamidah, 1935), Ni Rawit (I Gusti Nyoman, 1935), Sukreni Gadis Bali (Panji Tisna, 1935), Di Bawah Lindungan Kabah (Hamka, 1936), I Swasta Setahun di Bendahulu (I Gusti Nyoman dan Panji Tisna, 1938), Andang Teruna (Soetomo Djauhar Arifin, 1941), Pahlawan Minahasa(M.R.Dajoh, 1941).

Novel/Cerpen Angkatan Pujangga Baru
Kalangan Pujangga Baru (angkatan 33) tidak banyak menghasilkan novel/cerpen.
Beberapa pengarang tersebut, antara lain:
(1). Armyn Pane dengan cerpennya Barang Tiada Berharga dan Lupa.
Cerpen itu dikumpulkan dalam kumpulan cerpennya yang berjudul Kisah Antara Manusia (1953).
(2). Sutan Takdir Alisyahbana dengan cerpennya Panji Pustaka.

Essay dan Kritik Angkatan Pujangga Baru
Sesuai dengan persatuan dan timbulnya kesadaran nasional, maka essay pada masa angkatan ini mengupas soal bahasa, kesusastraan, kebudayaan, pengaruh barat, soal-soal masyarakat umumnya.
Semua itu menuju keindonesiaan.

Essayist yang paling produktif di kalangan Pujangga Baru adalah STA.
Selain itu, pengarang essay lainnya adalah Sanusi Pane dengan essai Persatuan Indonesia, Armyn Pane dengan essai Mengapa Pengarang Modern Suka Mematikan, Sutan Syahrir dengan essai Kesusasteraan dengan Rakyat, Dr. M. Amir dengan essai Sampai di Mana Kemajuan Kita.

Drama Angkatan Pujangga Baru
Angkatan 33 menghasilkan drama berdasarkan kejadian yang menunjukkan kebesaran dalam sejarah Indonesia.
Hal ini merupakan perwujudan tentang anjuran mempelajari sejarah kebudayaan dan bahasa sendiri untuk menanam rasa kebangsaan.
Drama angkatan 33 ini mengandung semangat romantik dan idealisme, lari dari realita kehidupan masa penjajahan tapi bercita-cita hendak melahirkan yang baru.

Contoh:
Sandhyakala ning Majapahit karya Sanusi Pane (1933)
Ken Arok dan Ken Dedes karya Moh. Yamin (1934)
Nyai Lenggang Kencana karya Arymne Pane (1936)
Lukisan Masa karya Arymne Pane (1937)
Manusia Baru karya Sanusi Pane (1940)
Airlangga karya Moh. Yamin (1943)

Puisi Angkatan Pujangga Baru
Isi puisi angkatan 33 ini lebih memancarkan peranan kebangsaan, cinta kepada tanah air, antikolonialis, dan kesadaran nasional.
Akan tetapi, bagaimanapun usahanya untuk bebas, ternyata dalam puisi angkatan ini masih terikat jumlah baris tiap bait dan nama puisinya berdasarkan jumlah baris tiap baitnya, seperti distichon (2 seuntai), terzina (3 seuntai), kwatryn (4 seuntai), quint (5 seuntai), sektet (6 seuntai), septima (7 seuntai), oktav (8 seuntai). 
Bahkan, ada juga yang gemar dalam bentuk soneta.

Hal tersebut tampak dalam kumpulan sanjak:
Puspa Mega karya Sanusi Pane
Madah Kelana karya Sanusi Pane
Tebaran Mega karya STA
Buah Rindu karya Amir Hamzah
Nyanyi Sunyi karya Amir Hamzah
Percikan Pemenungan karya Rustam effendi
Rindu Dendam karya J.E. Tatengkeng
Tokoh yang terkenal sebagai raja penyair Pujangga Baru dan Penyair Islam adalah Amir Hamzah. Kumpulan sanjaknya adalah Buah Rindu, Nyanyi Sunyi, dan Setanggi Timur.

Dengan demikian, ciri-ciri angkatan 33 ini yaitu:
(1). Tema utama adalah persatuan.
(2). Beraliran Romantis Idialis.
(3). Dipengaruhi angkatan 80 dari negeri Belanda.
(4). Genre sastra yang paling banyak adalah roman, novel, esai, dan sebagainya.
(5). Karya sastra yang paling menonjol adalah Layar Terkembang.
(6). Bentuk puisi dan prosa lebih terikat oleh kaidah-kaidah.
(7). Isi bercorak idealisme
(8). Mementingkan penggunaan bahasa yang indah-indah.

c.   Angkatan 45
Angkatan 45 disebut juga sebagai Angkatan Chairil Anwar atau angkatan kemerdekaan.
Pelopor Angkatan 45 pada bidang puisi adalah Chairil Anwar, sedangkan pelopor Angkatan 45 pada bidang prosa adalah Idrus. 
Karya Idus yang terkenal adalah Corat-Coret di Bawah Tanah
Karya-karya yang lahir pada masa angkatan 45 ini sangat berbeda dari karya sastra masa sebelumnya. 
Ciri khas angkatan 45 ini yaitu bebas, individualistis, universalistik, realistik, futuristik.

Karya sastra pada masa angkatan 45 ini adalah Deru Campur Debu (kumpulan puisi, 1949), Kerikil Tajam dan Yang Terempas dan Yang Luput (kumpulan puisi, 1949), Tiga Menguak Takdir (kumpulan puisi, 1950).
Ketiga karya tersebut diciptakan oleh Chairil Anwar.

Di samping itu, karya sastra angkatan 45 lain adalah Surat Kertas hijau (kumpulan puisi) karya Sitor Sitomorang, Bunga Rumah Makan (drama) karya Utuy Tatang Sontani, Sedih dan Gembira (drama) karya Usmar Ismail, Surat Singkat Tentang Essai (buku kumpulan Essai) karya Asrul Sani, Kesusasteraan Indonesia Modern Dalam Kritik dan Essai (Kupasan kritik dan essai tentang sastra Indonesia) karya H.B.Jassin, Dari Ave Maria Ke Jalan Lain Ke Roma (kumpulan cerpen) karya Idrus, Atheis (roman) karya Achdiat Karta Miharja, Chairil Anwar pelopor Angkatan 45 (essai) karya H.B.Jassin, dan sebagainya.

d.   Angkatan 66
Nama angkatan 66 dikemukakan oleh H.B.Jassin.
Angkatan 66 muncul di tengah-tengah keadaan politik bangsa Indonesia yang sedang kacau.
Kekacauan politik itu terjadi karena adanya teror PKI.
Akibat kekacauan politik itu, membuat keadaan bangsa Indonesia kacau dalam bidang kesenian dan kesusatraan. 
Akibatnya kelompok lekra di bawah PKI bersaing dengan kelompok Manikebu yang memegang sendi-sendi kesenian, kedamaian, dan pembangunan bangsa dan Pancasila.

Ciri-ciri Angkatan 66, yaitu tema protes sosial dan politik, bercorak realisme, mementingkan isi, dan memperhatikan nilai estetis.

Karya sastra yang paling dominan pada angkatan 66 ini adalah puisi yang berbau protes.
Beberapa karya sastra pada masa angkatan 66 antara lain Tirani (kumpulan puisi) karya Taufik Ismail, Pahlawan Tak dikenal (kumpulan puisi) karya Toto sudarto Bachtiar, Balada Orang-Orang Tercinta(Kumpulan puisi) karya W.S. Rendra, Malam Jahanam (drama) karya Motinggo Busye, Kapai-Kapai (drama) karya Arifin C.Noer, Perjalanan Penganten (kisah) karya Ajip Rosidi, Seks sastra kita (Essai) karya Hartoyo Andang Jaya, Pagar Kawat berduri (roman) karya Toha Mohtar, Pelabuhan Hati (roman) karya Titis Basino, Pulang (novel) karya Toha Mochtar, Robohnya Surau Kami (Cerpen) karya A.A. Navis, Merahnya MerahKoong, Ziarah (novel) karya Iwan simatupang, Burung-Burung Manyar (novel) karya Y.B. Mangunwijaya, Harimau-Hariamau (novel ) karya Mochtar lubis, Hati Yang Damai, Dua Dunia, Pada Sebuah Kapal, La Barka, Namaku Hiroko (novel) karya N.H. Dini.




2 komentar:

  1. Wah luar biasa ilmunya salam kenal. Saya ingin belajar tentang sastra Indonesia bersama kawan yang cerdas ini. salam sukses ya

    BalasHapus

PEDIH

  Ia ceritakan kepada malam Sebuah kisah yang kelam Ketika hati menjadi ulam Mengenang cinta yang suram   Ia ceritakan kepada bint...