Antrian di ruang peminjaman buku lumayan panjang, karena pegal berdiri, Robi memilih duduk di sofa yang sudah disediakan. Ruang perpustakaan umum tampak ramai siang itu , banyak mahasiswa baru yang ingin meminjam buku. Seorang gadis tampak keluar dari antrian, ketika hendak memasukkan buku yang dipinjamnya ke dalam tas, sesuatu melayang jatuh tanpa disadarinya. Robi mengambil benda yang terjatuh itu, benda itu ternyata kartu perpustakaan.
“Hey,
kartu perpustakaanmu terjatuh”
Gadis
itu menoleh, lalu mendekati Robi, mengambil kartu perpustakaan itu dari tangan
Robi “terimakasih” katanya singkat, lalu berlalu.
“Sama-sama”
jawab Robi. Sekilas ia memperhatikan kartu perpustakaan itu sebelum diambil
pemiliknya, ia hanya sempat membaca namanya saja, Sarah.
Tidak
berapa lama, antrian tampak sepi. Robi pun mengambil kesempatan itu, ia lalu
meyodorkan buku yang akan dipinjamnya ke petugas perpustakaan untuk
diregistrasi. Setelah menerima buku yang dipinjamnya dari petugas perpustakaan,
Robi pun menuju parkiran. Motor bebeknya sudah setia menunggu dan siap
mengantarkan tuannya pulang.
Sesampainya
di rumah. Ia langsung masuk kamar, meletakkan tasnya diatas tempat tidur, lalu
bergegas menuju dapur. Setelah mengambil
nasi dan lauknya, ia mencuci tangannya di wastafel. Ketika hendak menyuap nasi
ke mulutnya, hidungnya menangkap sesuatu aroma, aroma parfum. Ia cium
tangannya, aroma itu makin kuat. Tapi itu bukan aroma parfumnya, ia lalu
berfikir sejenak. Berarti itu aroma parfum gadis yang kartu perpustakaannya
terjatuh.
Ia
menunda makan siangnya, menyingkirkan nasi yang melekat ditangannya dengan
tisu, lalu ia menuju kios parfum yang terletak di seberang jalan depan
rumahnya. Sesampainya di kios parfum, tampak sang pemilik kios tengah menghisap
rokoknya dalam-dalam. Di dekatnya tampak bungkusan nasi yang masih baru.
Sepertinya ia baru makan siang juga. Pelanggan sering menyapanya dengan
panggilan Bang Ucok.
“Bang
Ucok” sapa Robi
Bang
Ucok spontan menoleh, “hai Robi, mau beli parfum lagi kau ya? Baru dua hari
yang lalu kau beli parfum, sudah beli lagi. Parfum itu cara memakainya
disemprotkan bukan ditumpahkan” ia lalu tertawa kecil sendiri. Begitulah cara
Bang Ucok melayani pembelinya, beruasaha melakukan pendekatan personal dengan
sedikit bercanda.
“Bukan
Bang, aku mau tanya kalau aroma parfum ini apa namanya” Robi lalu menyodorkan
tangannya. Bang Ucok lalu mengendus-endus tangan Robi seperti anjing pelacak
mengendus buruannya.
“Bah,
ini bukan aroma parfum, ini aroma ikan goreng” kata Bang Ucok
“Abang
yakin, Bang?” tanya Robi sedikit ragu
“Yakinlah,
kau lihatlah aku baru makan siang pakai lauk ikan goreng, masih hapal aku
aromanya” jawab Bang Ucok tanpa ragu.
Robi
segera menyadari ada yang salah. Ia perhatikan lagi tangannya, ia terkejut
sendiri. Ternyata tangan yang disodorkannya tangan yang sebelah kiri, padahal
tangan yang sebelah kanan yang ada aroma parfumnya.
“Salah
Bang Ucok” kata Robi
“Apanya
yang salah” sahut Bang Ucok sedikit kesal
“Aku
yang salah, aroma parfumnya ada disebelah tangan kanan”
“ Ooo,
patutlah. Sini tangan kananmu”, Robi lalu menyodorkan tangan kanannya
Bang
Ucok lalu mengendus tangan kanan Robi. Butuh waktu beberapa menit Bang Ucok
menganalisa aroma itu untuk menemukan jenis parfumnya.
Setelah
beberapa menit. “Kalau tidak salah, itu aroma parfum Japanese Cherry Blossom
” kata
Bang Ucok
‘Terimakasih
banyak Bang Ucok, aku pulang dulu belum makan siang” lalu segera berlalu dari
kios parfum itu.
“Oke,
sama-sama” jawab Bang Ucok
Sesampainya
di rumah, Robi melanjutkan kembali acara makan siangnya dengan lahap, bahkan
tanpa sadar sambil sedikit bersenandung. Kucing peliharaannya saja sempat
heran, lalu ia mengeong tiga kali, “ngeong, ngeong, ngeong” artinya awas tertelan duri ikan, bos. Robi
tak mempedulikan peringatan kucing itu. Merasa tidak dipedulikan kucing itu
berlalu meninggalkan Robi, menggoda kucing betina tetangga.
Keesokan
harinya, Robi pergi kuliah padahal hari itu tidak ada jadwal perkulihan. Ia
pergi ke kampus bukan untuk kuliah, tapi ia pergi ke perpustakaan. Ia duduk di
ruang tunggu dengan pandangan ke tempat keluar masuk pengunjung. Ia berharap
gadis yang bernama Sarah muncul kembali. Tiga hari berturut-turut Robi
mengunjungi perpustakaan, namun hasil pencariannya nihil.
Karena sudah
sore dan belum ketemu juga dengan gadis itu, Robi kecewa. Dengan langkah berat
ia tinggalkan ruang tunggu perpustakaan. Tpai sebelum melewati pintu ruang
tunggu, ia berhenti karena ada yang menyapanya. ‘Hey, Robi sedang apa kamu,
Bapak lihat kamu bolak-balik ke ruang tunggu” sapa Pak Anton, petugas peepustakaan.
Pak Anton mengenal Robi karena Robi salah satu mahasiswa yang paling sering
meminjam buku.
“ Hmm,
nunggu teman Pak, tapi nggak jadi datang”
“ Ooo,
Bapak pikir kamu kehilangan sesuatu, kenapa bolak-balik datang”
“Bapak
mau pulang juga, Pak?”
“Iya,
kamu juga kan?”
“Iya,
kalau gitu kita sama-sama ke parkiran, Pak”
Mereka
lalu berjalan menuju parkiran. Sesampainya di parkiran, mereka menuju kendaraan
masing-masing. Lalu memacu kendaraannya menuju rumah.
Sabtu
malam minggu, anak muda biasanya sibuk ngapel pacar. Tapi Robi yang masih
jomblo berdiam diri di rumah tidur-tiduran sambil mengelus-elus Jack, kucing
jantan peliharaannya. Ia lalu bangun, digendongnya kucing jantan itu, lalu ia
menuju kios parfum Bang Ucok.
“Selamat
malam, Bang Ucok”
“ Malama
Robi, nggak ngapel kau, ini kan malam minggu”
“Nggak
Bang. Aku masih jomblo Bang”
“Hahaa,
makanya kau carilah pacar”
“Karena
itulah makanya aku kemari Bang. Mau tanya-tanya soal parfum yang tempo hari”
“ Soal parfum
Japanese Cherry Blossom itu? Itu parfum yang
banyak disukai perempuan, wanginya khas cherry, lembut tapi menyegarkan. Kau
aja begitu mencium aromanya langsung segarkan?”
Mereka
berdua kemudian sama-sama tertawa. Kucing jantan dalam gendongannya bingung
melihat kedua orang itu tertawa.
“Kalau
gitu, aku beli satu botol, Bang” kata Robi, sambil menyodorkan beberapa uang
pecahan seratus ribu.
Dengan
cepat Bang Ucok membungkus parfum itu, lalu menyerahkannya kepada Robi “ini
parfumnya, semoga nona kau senang menerimanya”
“
Hahaha, ini masih usaha Bang, belum jadi pacar”
“ Abang
yakin kalau kau kasih parfum itu, bakalan jatuh cinta dia sama kau”
“
Semoga aja Bang, supaya pengrobananku tidak sia-saia”
Mereka
lalu kembali tertawa bersama. Kucing jantan itu tidak lagi bengong, ia
melapaskan diri dari gendongan Robi, lalu mengejar kucing betina yang masuk ke dalam gang.
Parfum
yang sudah dibeli, dibungkusnya dengan kertas kado bermotif cherry. Dalam
imajinasinya ketika memberikan parfum itu, seolah-olah memberikan cherry. Ia
lalu berlatih menirukan gaya yang paling elegan ketika menyerahkannya. Ia
keluar kamar, menuju dapur. Di dapur ia buka kulkas, mengambil sebotol air
dingin lalu menuangkannnya ke dalam gelas, lalu menenggak habis air dalam gelas
itu.
Setelah
minum barulah otaknya fresh lagi, lalu ia teringat sesuatu, kapan parfum itu
mau ia berikan, alamatnya ia tak tahu, fakultasnya juga ia tak tahu. Merasa
buntu, ia minum segelas lagi. Langsung ia menemukan ide untuk mengatasi
permasalahannya, Pak Anton petugas perpustakaan. Besok siang ia akan ke
perpustakaan menjumpai Pak Anton.
Siang
itu suasana perpustakaan kebetulan
sedang lengang. Robi langsung mendekati Pak Anton. “ Selamat siang, Pan Anton”
Pak
Anton mengalihkan pandangannya dari layar komputer “eh, Robi, selamat siang.
Ada yang bisa Bapak bantu”
“Ada
dong Pak, makanya saya kemari. Tapi ini sifatnya pribadi, Bapak lagi sibuk
nggak?”
“Nggak,
saya lagi nggak sibuk ini. Apa itu, Rob”
“Pak,
tolong Bapak lihat data peminjam buku di hari senin seminggu yang lalu. Ada
nggak yang namanya sarah?”
Pak
Anton lalu mengecek data dikomputernya, tak lama kemudian “ada 10 orang yang
bernama sarah yang meminjam hari itu, Rob”
“ Boleh
saya lihat foto orangnya, Pak?”
Pak
Anton lalu memutar layar komputernya ke arah Robi. Dengan perlahan-lahan Robi
mengamati 10 foto yang bernama Sarah itu. Setelah beberap menit, “ini dia Pak
orangnya” sambil menunjuk foto yang ada di layar monitor. “Boleh sekalian di
print Pak”
Pak
Anton lalu mencetak data yang diminta Robi. Setelah selasia dicetak, secapat
kilat Robi menyambar kertas itu. “Terimakasih, Pak”
“Sama-sama
Rob. Tapi rahasia kita berdua ya, saya seharusnya tidak boleh melayani hal-hal
seperti ini”
“Beres,
Pak Anton. Sekali lagi terimakasih banyak Pak”
“Oke,
selamat berjuang anak muda” Pak Anton lalu meneruskan pekrjaannya. Robi pun
meninggalkan ruangan Pak Anton.
Dari
data yang diberikan Pak Anton kini Robi tahu kalau Sarah lahir pada tanggal 21
April. Ia langsung mencari kalender, ia perhatikan dengan seksama. Sekarang
tanggal 14 April berarti seminggu lagi ulang tahunnya. Itu momen yang tepat
untuk memberikan parfum yang sudah dipersiapkannya. Dari data itu juga Robi
tahu kalau Sarah Fakultas Bahasa Inggris.
Robi
pun pergi main ke Fakultas Bahasa Inggris, siapa tahu ketemu Sarah di sana. Ia
pun mengambil tempat duduk di box semen yang sebetulnya adalah jembatan parit,
yang berubah fungsi menjadi tempat nongkrong mahasiswa. Hampir setengah jam ia
duduk situ sambil matanya mengamati mahasiwi yang lalu lalang. Terasa bosan
juga duduk sendirian, menjelang lima menit lagi pas satu jam seseorang
menyapanya” hei, sedang apa di sini?”
Robi
menoleh ke belah kanan, asal suara itu. “ hei, Sarah, kebetulan sekali, aku
kesini mencari kamu” kata Robi tanpa basa-basi.
“Mencari
aku? Memangnya ada perlu apa? Eh sebentar, kok kamu tahu nama aku?”
“Aduh,
pertanyaannya jangan beruntung gitu dong, aku jadi bingung jawab yang mana”
“
Baiklah, kita mulai dari pertanyaan pertama, kamu tahu namaku dari mana?”
“Dari
kartu perpustakaanmu yang jatu tempo hari”
“Pertanyaan
kedua, ada perlu apa kamu mencari-cari aku? padahal seingat aku, aku nggak
pernah minjam uang kamu”
Dalam
hati Robi, asyik juga cewek ini suka bercanda. Jadi betah lama-lama dekat dia.
“Hei,
ditanya kok malah bengong?”
“Mmm,
aku mau kasih kamu sesuatu dihari ulang tahunmu nanti”
“Oh
iya, untung kamu ingatkan, aku memang mau merayakan ulang tahun, tapi nggak
besar-besaran hanya mengundang beberapa teman saja. Jadi aku undang kamu juga”
“Terimakasih
undangannya. Kalau boleh tahu, ulang tahun yang ke berapa?”
“Hmm.
yang keberapa ya....yang ke dua puluh”
“Tapi
nggak kelihatan kayak berumur dua puluh. Kelihatannya lebih muuda”
“Masak
sih, kelihatan kayak umur berapa?”
“Kayak
orang yang masih berumur sembilan belas”
“Haha,
mudanya cuma satu tahun saja. Oh, iya, maaf ya aku nggak bisa lama-lama, ada
mata kuliah lagi. Kamu aku tinggal dulu ya. Jangan lupa ya datang di hari ulang
tahun aku. Sampai jumpa” Sarah berlalu meninggalkan Robi
“Oke” jawab Robi. Matanya mengikuti arah gadis itu
berjalan, hingga gadis itu hilang di balik tangga lantai dua Fakultas itu.
Pertemuan singkatnya dengan Sarah semakin menambah rasa sukanya kepada gadis
itu.
Di
acara ulang tahun Sarah yang katanya hanya mengundang beberapa orang, tampak
ramai sekali. Rumahnya yang besar terasa sempit kelihatannya. Robi tidak
menyangka jika gadis itu anak seorang pejabat, tampilannya sederhana dan nggak
sombong. Ia kumpulkan semua sisa-sisa keberaniannya, karena rasa percaya
dirinya berlahan menurun semenjak memasuki komplek perumahan elit itu.
Ia
dekati Sarah yang berada di dekat kedua orang tuanya. Kedua orang tua Sarah
tampak memakai pakain yang mewah, tapi sarah hanya dengan pakaian biasa saja,
seolah-olah bukan dia yang ulang tahun. “Selamat ulang tahun Sarah” sambil
menyerahkan bungkusan kado ditangannya. Kemudian Robi menyalami orang tua
Sarah, “malam Oom, malam Tante” Kata Robi dengan sedikit senyum. Tapi sebelum
jauh dari orang tuanya Sarah, Papanya Sarah tiba-tiba memanggil Robi.
“Hei,
anak muda coba kemari sebentar” panggil Papanya Sarah. Robi pun datang mendekat
“Ada
apa Oom?”
“Kamu
anaknya Pak Wijaya ya?”
“Iya
Oom”
“Hmmm.
Jadi begini, mulai hari ini dan seterusnya kamu jangan pernah lagi menginjak
rumah ini”
“Memangnya
kenapa Oom?”
“Karena
kamu anak seorang koruptor. Saya tidak suka orang-orang kotor menginjak rumah
saya. Sekarang kamu harus keluar dari rumah ini”
“Papa,
jangan mempermalukan Robi didepan orang banyak” bela Sarah
Muka
Robi merah, ia yang tadinya sedikit minder menjadi emosi. Ia tinggalkan rumah
itu dengan langkah cepat. Dengan cepat ia menyalakan motor bebeknya, lalu
tancap gas meninggalkan rumah itu. Ia tidak pedulikan lagi Sarah yang berusaha
mencegahnya untuk tidak meninggalkan tempat itu. “Robi, tunggu” suara Sarah tak
kedengaran lagi, karena Robi sudah hilang ditikungan jalan komplek itu.
Robi
mendatangi Ayahnya dipenjara dan menceritakan apa yang sudah dialaminya kepada
Ayahnya. Ayahnya memeluk dengan erat tubuh Robi, sambil berkata “kamu yang
sabar ya, kamu harus kuat menghadapi semua ujian ini”. Ayahnya menatap
langit-langit sel tahanannya seperti sedang melihat untaian peristiwa yang
menghantarkannya masuk penjara. Lalau ia mulai bercerita
“Malam
itu, Pak Arya, papanya Sarah menelpon Ayah. Ayah disuruh menjumpai seseorang di
sebuah cafe. Sesampainya di cafe, orang suruhan Pak Arya yang lain memberikan
sebuah koper. Katanya koper itu harus diserahkan kepada pria yang duduk di meja
19. Sesampainya di meja 19, Ayah langsung menyerahkan koper kepada pria itu.
Pria itu menerimanya, membuka sebentar lalu berdiri hendak meninggalkan Ayah. Diasaat
itulah KPK datang menangkap Ayah dan
pria tadi. Jadi Ayah ini dijebak oleh Pak Arya”
Dari
cerita Ayahnya kini Robi sudah tahu kebenaran yang sesungguhnya. Kini ia harus
merelakan dirinya patah hati. Bagaiman mungkin ia mencintai putri dari seseorang
yang menyebabkan Ayahnya di penjara. Cintanya kepada Ayahnya lebih besar
daripada cintanya kepada Sarah.
Cerpen
tersebut diikutsertakan dalam Lomba Menulis Cerpen Nasional Epilog Media 2020
yang diselenggarakan oleh Epilog Media tanggal 10 Mei 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar